Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa makar terhadap negara pemberontakan Gerakan 30 September 1965 atau G30S/PKI masih menyisakan luka mendalam bagi Yasin (71).
Yasin adalah saksi sejarah kelam Gestapu yang sampai saat ini masih hidup. menceritakan rasa trauma yang kini dialami warga Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Saat peristiwa Gestapu terjadi, Yasin masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar.
Penggerebekan yang dilakukan anggota PKI bersenjata ke perkampungan membuat warga ketakutan.
"Penggerebekan besar-besaran membuat trauma warga sekitar," kata Yasin mengisahkan pengalamannya kepada Tribun Network, Kamis (30/9/2021).
Yasin menuturkan pada zamannya warga kampung tidak paham apa yang sebenarnya terjadi.
Menurut dia, saat itu sulit membedakan mana PKI dan mana Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
"Orang kampung di sini ibaratnya bodoh dan tidak mengerti persoalan begitu," ucap Yasin yang dulunya berprofesi penjual papan penggilasan.
Ia tidak menampik banyak warga yang dihasut untuk menjadi anggota PKI. Namun, menurutnya, tidak ada satupun warga yang menyiyakan ajakan itu.
Baca juga: Dudung: Jangan Alihkan ke PKI yang Sudah Dibubarkan, Dihembuskan Lagi Seakan-akan Itu Ada. . .
"Yang dicari apa saya juga tidak tahu. Orang kampung saat itu sangat takut. Kondisi ekonomi juga sulit berbeda dengan sekarang," ujarnya.
Yasin menjelaskan, sebelum peristiwa 30 September 1965, PKI menggelar beberapa persiapan yaitu melatih Pemuda Rakyat dan Gerwani.
Gerwani adalah organisasi wanita yang menjadi sayap PKI yang berdiri pada 4 Juni 1950 di Semarang, Jawa Tengah. Di 1957 saja, organisasi Gerwani telah memiliki lebih dari 650.000 anggota.
Mengutip Kompas.com, di tahun 1963, total anggota Gerwani melonjak menjadi 1,5 juta orang.
Lalu, tahun 1965, Gerwani telah memiliki sebanyak 3 juta anggota. Akan tetapi, setelah Soeharto menjabat sebagai presiden, keberadaan Gerwani dilarang oleh Presiden Soeharto.
Hal ini dikaitkan dengan tuduhan atas keterlibatan sejumlah anggota Gerwani sebagai pembunuh para jenderal di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965. Akhirnya, tahun 1965, organisasi Gerwani resmi bubar.
Baca juga: Dudung Minta Pernyataan yang Sebut TNI Disusupi Komunisme Dipertanggungjawabkan
Yasin melanjutkan, sepengetahuannya, para pemuda yang bergabung ikut pelatihan militer PKI di Lubang Buaya, Jakarta Timur, bukan warga sekitar alias bukan warga lokal Lubang Buaya.
"Mereka orang mana kita juga tidak mengetahui. Orang kita (Lubang Buaya) justru ketakutan," kata Yasin.
Peristiwa Gerakan 30 September alias G30S merupakan peristiwa sejarah kelam yang pernah dialami bangsa Indonesia.
Peristiwa itu adalah tragedi penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan satu kapten yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri Gerakan 30 September.
Para jenderal tersebut difitnah telah melakukan makar terhadap Presiden Soekarno dan menggabungkan diri sebagai Dewan Jenderal.
Jenazah mereka ditemukan di dalam sumur di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada tanggal 4 Oktober 1965.
Tragedi nasional itu mengawali serentetan peristiwa besar di Indonesia, termasuk tumbangnya pemerintahan orde lama yang dipimpin oleh Ir Soekarno.
Kemudian, Presiden Soeharto selaku pemerintah pada masa orde baru, memerintahkan pembangunan Monumen Pancasila Sakti untuk memperingati peristiwa G30S yang tidak dapat memecah kesaktian Pancasila.
Monumen tersebut mulai dikerjakan pada pertengahan Agustus 1967 dan diresmikan Presiden Soeharto pada 1 Oktober 1973, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.
Monumen tersebut dibangun dekat dengan tempat eksekusi korban G30S, yaitu sumur tua di Lubang Buaya.
PKS AJak Nonton Filmnya
Terkait peristiwa Gestapu ini, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu memberikan instruksi kepada struktur dan anggota PKS untuk menyaksikan film pengkhianatan G30S/PKI yang disiarkan melalui televisi atau media lainnya.
"Hal ini sebagai bentuk kontribusi PKS sebagai bagian dari elemen bangsa dalam memberikan penyadaran sejarah, agar peristiwa kelam tidak kembali terulang," kata Syaikhu dalam keterangan yang diterima, Kamis (30/9/2021).
Instruksi itu dikeluarkan Syaikhu dalam surat resmi yang dikeluarkan DPP PKS dengan nomor surat 12:D/INT/PRES-PKS/2021.
"Saya juga memberi instruksi untuk memasang bendera setengah tiang pada 30 September 2021 dan satu tiang penuh pada 1 Oktober 2021," tambahnya.
Dalam instruksi tersebut, Syaikhu juga mengingatkan bahaya ideologi komunis yang sangat berbahaya, sehingga harus terus diwaspadai kemunculannya di masa kini dan yang akan datang.
Berikut Instruksi Akhmad Syaikhu kepada para kader PKS tentang Menyaksikan Film Pengkhianatan G-30 S/PKI dan Mengibarkan Bendera Merah Putih pada 30 September dan 1 Oktober 2021:
Bangsa yang besar tidak pernah melupakan sejarahnya. Terlebih sejarah tersebut menjadi tragedi kelam dalam episode perjalanan bangsa.
Sejarah bangsa sudah membuktikan bahwa ideologi komunis sangat berbahaya, sehingga harus terus diwaspadai kemunculannya di masa kini dan yang akan datang.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai politik yang menjadi bagian dari elemen bangsa dan negara.
Karena itu, sebagai bentuk kontribusi untuk memberikan penyadaran sejarah kepada seluruh elemen bangsa, dengan ini menginstruksikan:
Kepada :
1. Struktur Partai;
2. Anggota Partai;
untuk:
KESATU : Menyaksikan Film Pengkhianatan G-30-S/PKI pada 30 September 2021 melalui televisi atau media lainnya yang menayangkan.
KEDUA : Mengibarkan Bendera Merah Putih 1/2 tiang pada tanggal 30 September 2021 dan 1 tiang penuh pada tanggal 1 Oktober 2021.
KETIGA : Kegiatan ini dapat dilakukan di rumah atau di tempat-tempat lain dengan tetap mematuhi protokol kesehatan COVID-19. Dan
KEEMPAT : Melaksanakan Instruksi Presiden dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung
jawab.