TRIBUNNEWS.COM - Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Surahman Hidayat resmi mencabut anjuran yang mengizinkan kadernya berpoligami dengan janda.
Surahman menjelaskan, aturan yang dicabut tersebut tercantum dalam Takzirah Nomor 12 Tentang Solidaritas Terdampak Pandemi.
Salah satu poinnya, anjuran berpoligami bagi kader yang mampu dan siap beristri lebih dari satu.
"Setelah kami mendapat berbagai masukan dari pengurus, anggota dan masyarakat secara umum, kami memutuskan untuk mencabut anjuran poligami tersebut."
"Kami memohon maaf jika anjuran ini membuat gaduh publik dan melukai hati sebagian masyarakat Indonesia," kata Surahman, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Kamis (30/9/2021).
Menurut Surahman, pembatalan aturan tersebut untuk mewujudkan prinsip tata kelola partai yang baik dengan mengedepankan prinsip transparan, akuntabel dan responsif terhadap masukan masyarakat.
Surahman menambahkan, PKS saat ini fokus untuk meringankan beban ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi, terutama anak-anak yatim.
"Perhatian utama kami adalah membantu meringankan kesulitan ekonomi masyarakat akibat terdampak pandemi," ujar Surahman.
Ia juga mengatakan, PKS sangat terbuka untuk menerima masukan dari berbagai pihak di masyarakat.
"Ini merupakan bentuk perhatian yang besar dari publik terhadap jalannya organisasi partai," ucap Surahman.
Baca juga: Dewan Syariah PKS Cabut Anjuran Poligami Janda, Minta Maaf Jika Membuat Gaduh Publik
Wacana PKS Izinkan Kader Berpoligami dengan Janda Banjir Kritikan
Sebelum resmi dicabut, aturan kader diizinkan berpoligami dengan janda ramai mendapat kritikan dari publik.
Kritikan tersebut di antaranya datang dari Komnas Perempuan dan komunitas #SaveJanda.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menilai, anjuran yang telah dicabut itu diskriminatif.
"Ini bukan saja menunjukkan tidak sensitif pada dampak pandemi, tetapi juga cara pandang yang diskriminatif terhadap perempuan."
"Apalagi sebelumnya disampaikan oleh Ketua Dewan Syariahnya seolah-olah program ini juga sudah didukung oleh kajian ibu-ibu di dalam partainya," ujar Andy kepada Tribunnews.com, Kamis (30/9/2021).
Dirinya menilai cara membantu para keluarga yang terdampak pandemi tidak hanya bisa dilakukan melalui pernikahan.
Pemberdayaan ekonomi, menurut Andy, dapat menjadi solusi untuk membantu keluarga yang terdampak pandemi Covid-19.
"Ada banyak cara membantu keluarga yang terdampak pandemi tanpa perlu menjustifikasi penyantunan anak yatim dengan menikahi ibu anak tersebut."
"Memastikan akses pendidikan bagi anak, pemberdayaan ekonomi bagi si ibu bisa jadi pendekatan yang efektif," kata Andy.
Baca juga: Ini Pertimbangan PKS Izinkan Kadernya Poligami dengan Janda
Kebijakan ini, kata Andy, bahkan tidak diketahui oleh sebagian pimpinan perempuan di PKS.
Mereka baru mengetahui setelah program itu viral.
Andy meminta perlu memikirkan agar program yang dinilai diskriminatif terhadap perempuan ini tidak terulang lagi.
"Belajar dari peristiwa ini, PKS perlu menjelaskan langkah dan mekanisme apa yang akan dikembangkan oleh partai agar kebijakan dan program yang diskriminatif ini tidak lagi terulang di masa mendatang."
"Juga meneguhkan kepemimpinan perempuan, tidak sekedar alat justifikasi dari kepentingan sepihak," tuturnya.
Kejadian ini, menurut Andy, perlu menjadi pembelajaran bagi partai lain di luar PKS agar tidak mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan.
Selain Komnas Perempuan, Komunitas #SaveJanda juga menyoroti imbauan Dewan Syariah PKS itu.
Baca juga: Dewan Syariah PKS Imbau Kader yang Mampu untuk Beristri Lebih Dari SatuÂ
Founder #SaveJanda Mutiara Proehoeman mengaku menyayangkan anjuran tersebut karena landasannya dicetuskan langsung oleh Partai Politik.
Menurutnya, dalih menolong janda dan anak yatim dengan poligami dinilai sebagai sebuah narasi kemunduran.
Tak hanya itu, imbauan itu juga menghianati perjuangan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
"Kami menyadari bahwa kemiskinan masih menjadi problem bagi banyak perempuan di Indonesia, terlebih janda."
"Tapi tentu saja solusi bagi kemiskinan dan kesulitan ekonomi perempuan bukanlah poligami," beber Mutiara kepada Tribunnews.com, Kamis (30/9/2021).
Ia lantas menyinggung soal upaya untuk mencari jalan keluar kemiskinan yang dialami oleh para janda.
Seharusnya, kata Mutiara, para perempuan yang berstatus janda diberikan program bantuan dan pemberdayaan bukan malah melalui program poligami.
"Solusi bagi kemiskinan yang dialami oleh perempuan janda adalah program-program pemberdayaan, bantuan modal usaha, pelatihan-pelatihan serta akses terhadap lapangan pekerjaan," ucapnya.
Baca juga: Komunitas Save Janda Kritik PKS yang Anjurkan Kader Poligami dengan Janda
Tak hanya itu, ia juga menilai upaya untuk menikahi janda guna membantu anak yatim kurang tepat.
Sebab, ada cara lain yakni dengan memberikan bantuan beasiswa agar bisa tetap sekolah, bukan menikahi sang ibunda.
"Anak yatim dibantu dengan beasiswa atau program orang tua asuh, bukan mempoligami ibunya," jelasnya.
(Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi/Rizki Sandi Saputra, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)