TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam tindakan Polres Luwu Timur yang diketahui memberikan cap berita bohong alias hoaks terhadap berita investigasi dugaan pelecehan seksual kasus 'Tiga Anak Saya Diperkosa' yang viral di media sosial.
Adapun berita investigasi yang dicap hoaks oleh Polres Luwu Timur merupakan laporan yang diterbitkan di website projectmultatuli.org.
AJI menilai laporan investigasi itu telah sesuai prosedur.
"AJI Indonesia mengecam Polres Luwu Timur yang memberikan cap hoaks terhadap berita yang terkonfirmasi. Laporan tersebut telah berdasarkan penelusuran dan investigasi kepada korban dengan melalui proses wawancara dengan pihak terkait, termasuk kepolisian Luwu Timur," kata Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim dalam keterangannya, Sabtu (9/10/2021).
Baca juga: Dugaan Kekerasan Seksual 3 Anak di Luwu Timur, DPR: Kedepankan Perlindungan Korban
Ia menyampaikan stempel hoaks terhadap berita yang terkonfirmasi dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap produk jurnalistik yang telah disusun secara benar sesuai kode etik jurnalistik.
Sasmito menuturkan tindakan memberikan cap hoaks secara serampangan terhadap berita merupakan pelecehan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis.
Hal itu merujuk pasal 18 undang-undang pers menjelaskan bahwa sanksi pidana bagi orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.
"Ancaman pidananya yaitu penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Kami mendesak Polres Luwu Timur mencabut cap hoaks terhadap berita yang terkonfirmasi tersebut serta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka," jelasnya.
Baca juga: Kasus Tiga Anak di Luwu Timur Diduga Dirudapaksa Ayah Kandung, Terduga Pelaku Buka Suara
Ia mengingatkan bahwa stempel hoaks yang dilabelkan aparat kepolisian akan membuat pers menjadi takut dalam membuat berita atau memicu swasensor.
Hal ini dapat merugikan publik karena tidak mendapatkan berita sesuai fakta.
Di sisi lain, kata Sasmito, pihaknya mengecam serangan sistem DDos terhadap website projectmultatuli.org oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Serangan ini dinilai sebagai bentuk pembungkaman kebebasan pers.
"Kami juga mengimbau kepada jurnalis dan media agar mematuhi kode etik jurnalistik serta mengacu pada pedoman liputan ramah anak yang diterbitkan Dewan Pers dalam memberikan kasus pencabulan terhadap tiga anak oleh ayahnya di Luwu Timur," tukasnya.
Jurnalis diminta tidak menuliskan identitas atau nama hingga alamat lengkap anak korban pelecehan seksual termasuk nama ibunya sebagai pelapor. Menyebut inisial pun bisa membahayakan pelapor dan ketiga anaknya.
Baca juga: PSI Minta Buka Kembali Kasus dan Visum Ulang Dugaan Rudapaksa Tiga Anak di Luwu Timur
Sebagai informasi, seorang ibu rumah tangga melaporkan rudapaksa yang dialami ketiga anaknya yang masih di bawah 10 tahun.
Terduga pelaku tidak lain adalah eks suaminya atau ayah kandung mereka sendiri.
Terduga pelaku merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang punya posisi di kantor pemerintahan daerah Luwu Timur.
Adapun kejadian dugaan rudapaksa itu terjadi pada Oktober 2019 lalu.
Ibu ketiga anak itu pun melaporkan kasus itu kepada Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019 lalu.
Setelah melakukan penyelidikan pada 5 Desember 2019 lalu, Polri memutuskan untuk menghentikan penyidikan kasus tersebut.
Alasannya, tidak ditemukan bukti yang kuat adanya unsur rudapaksa yang dialami ketiga anak tersebut.
Penyelidikan Telah Sesuai SOP
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono memastikan proses penyelidikan Polres Luwu Timur soal kasus viral 'tiga anak saya diperkosa' telah sesuai standar operasional prosedur (SOP).
"Sejauh ini, apa yang telah dilakukan itu sesuai dengan standar prosedur ketika penyidik menangani satu kasus perkara," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/10/2021).
Rusdi menjelaskan penyidik telah melakukan proses penyelidikan kasus tersebut.
Ia menyebut pihaknya tidak menemukan bukti yang kuat adanya unsur pemerkosaan yang dialami ketiga anak tersebut.
"Semua proses kan telah dilalui. Penyidik melakukan penyelidikan hasil, hasil penyelidikan digelar dan ternyata hasilnya yang telah disampaikan seperti itu," jelasnya.
Baca juga: SP3 Kasus Ayah Rudapaksa 3 Anak Kandung, Komisi III DPR Soroti Profesionalisme Polres Luwu Timur
Lebih lanjut, Rusdi menambahkan pihaknya masih membuka kemungkinan jika memang ada pihak yang memiliki bukti baru untuk menyikapi penyelidikan Polri.
"Tentunya apabila memang ada hal-hal di luar daripada SOP yang harus dilakukan anggota ya akan dikoreksi tindakan itu," tukasnya.
Polri Tanggapi Tagar #PercumaLaporPolisi
Polri angkat bicara soal viralnya tagar #PercumaLaporPolisi. Hal tersebut menyusul penutupan penyelidikan kasus 'tiga anak saya diperkosa' yang sempat viral di media sosial.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan pihaknya membantah banyak mengabaikan pengusutan kasus yang berkaitan dengan dugaan pelecehan seksual.
"Banyak diabaikan datanya dari mana dulu? yang jelas apabila setiap laporan masyarakat yang menginginkan pelayanan Kepolisian di bidang penegakan hukum pasti akan ditindaklanjuti dan tentunya di proses kepolisian sendiri didasari dari alat bukti," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/10/2021).
Baca juga: Mabes Polri Siap Buka Kembali Penyelidikan Kasus Tiga Anak Dinodai Ayah Kandung di Luwu Timur
Rusdi menyampaikan pelaporan yang terkait dugaan pelecehan seksual dan pencabulan harus didasari oleh alat bukti. Jika ada unsur tindak pidana, pihaknya pastikan memproses kasus tersebut secara hukum.
"Ketika memang didasari oleh alat bukti dan penyidik berkeyakinan ada suatu tindak pidana pasti akan ditindaklanjuti. Tetapi ketika satu laporan ternyata alat-alat bukti yang menjurus pada laporan tersebut tidak mencukupi dan penyidik berkeyakinan tidak ada suatu tindak pidana tentunya penyidik tidak akan melanjutkan laporan tersebut," tukasnya.