Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak mempersoalkan mandeknya penetapan jadwal Pemilu 2024 yang menimbulkan perdebatan.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyatakan pihaknya siap menjalankan tugas pengawasan, baik tanggal Pemilu Serentak diputuskan tanggal 21 Februari sesuai hasil simulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), ataupun tanggal 15 Mei 2024 sesuai usulan pemerintah.
"Kami siap laksanakan yang mana saja sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan KPU," kata Fritz dalam diskusi daring bertajuk 'Jadwal Rumit Pemilu 2024', Sabtu (9/10/2021).
Fritz menjelaskan Bawaslu dalam posisi memberikan masukan, terutama terkait potensi tumpang tindih tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak yang digelar pada tahun yang sama, 2024.
Baca juga: PAN Sesalkan Pemerintah tak Komunikasi dengan Parpol Sebelum Usul Pemilu Digelar 15 Mei 2024
Satu diantaranya adalah proses sengketa hasil pemilihan baik legislatif ataupun eksekutif.
Dia mengatakan, berkaca dari Pemilu Serentak 2029, tercatat 260 perkara digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) yang proses penyelesaiannya membutuhkan waktu.
"Kita belajar dari pengalaman 2019, pada tahun 219 ada 260 perkara yang masuk ke MK dan 260 yang masuk perkara ke MK yang dikabulkan MK itu ada 12. Dari 12 ada 6 yang penetapan langsung dan ada 5 yang perhitungan suara ulang dan 1 pemungutan suara ulang," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengaku telah mengajukan 2 opsi pelaksanaan pesta demokrasi terdekat yakni Pemilu dan Pilkada.
Opsi pertama, KPU mengusulkan hari pemungutan suara Pemilu digelar 21 Februari 2024, dan Pilkada 27 November 2024.
Sementara opsi kedua, KPU usul Pemilu digelar 15 Mei 2024, dan Pilkada digelar 19 Februari 2025.
Pramono menjelaskan, dua opsi ini dipilih setelah KPU melakukan simulasi berbagai skenario.
"KPU mengajukan dua opsi, yakni opsi I hari H Pemilu 21 Februari 2024 dan Pilkada 27 November 2024, serta opsi II yakni hari H Pemilu 15 Mei 2024 dan Pilkada 19 Februari 2025," kata Komisioner KPU RI Pramono Ubaid dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/10/2021).
KPU sendiri tak berpatok pada tanggal, tapi terpenting yakni adanya kecukupan waktu pada setiap tahapan pemilihan mulai dari proses pencalonan Pilkada tak terganjal proses sengketa di MK.
Serta tidak adanya irisan tahapan yang terlalu tebal antara Pemilu dan Pilkada, sehingga secara teknis bisa dilaksanakan, lalu juga pertimbangan tidak menimbulkan beban terlalu berat bagi jajaran penyelenggara di daerah.
"Jadi KPU tidak mematok harus tanggal 21 Februari serta menolak opsi lain. Bagi KPU, yang penting adalah kecukupan waktu masing - masing tahapan," ucapnya.
Terkait dengan usulan opsi kedua, Pramono mengatakan ada konsekuensi yang harus diberikan. Yakni diperlukannya dasar hukum baru. Sebab jadwal pelaksanaan Pilkada telah ditentukan oleh UU Pilkada yaitu November 2024.
"Sehubungan dengan opsi kedua ini maka berkonsekuensi pada perlunya dasar hukum baru, karena mengundurkan jadwal Pilkada yang telah ditentukan oleh UU Pilkada (November 2024) ke bulan Februari 2025," jelas Pramono.