TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara empat anggota Partai Demokrat yang dipecat dan mengajukan Judicial Review (JR) terhadap AD Partai Demokrat ke Mahkamah Agung, Yusril Ihza Mahendra, tertawa terbahak-bahak mendengar dirinya disebut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny Harman sebagai pengikut pemikiran Hitler.
Waktu mahasiswa, terang Yusril, dirinya pernah menjadi asisten Prof Osman Raliby mengajar mata kuliah Propaganda Politik dan Perang Urat Syaraf di FISIP UI.
Prof Osman adalah tokoh Masyumi yang pernah berguru dengan Jozef Goebbels ketika dia kuliah di Berlin menjelang Perang Dunia II.
Osman memberinya buku-buku Adolf Hitler dan Jozef Goebbels dalam bahasa Jerman seperti Mein Kamf dan Des Fuhrers Kamf um den Weltfrieden untuk ditelaah.
Sebagai mahasiswa filsafat, pemikiran Hitler dalam Mein Kamf itu Yusril kritik habis di hadapan Osman Raliby.
Karena itu Yusril mengaku tertawa saja ketika Benny Harman menyebutnya menggunakan cara berpikir totaliter dalam menguji AD Partai Demokrat.
"Seingat saya Benny Harman mengikuti kuliah saya Filsafat Hukum dan Teori Ilmu Hukum ketika dia mahasiswa Pascasarjana UI," ujar Yusril, dalam keterangannya, Senin (11/10/2021).
Baca juga: Benny Kabur Harman Duga Yusril Ihza Pakai Pola Pikir Hitler Ajukan Gugatan AD/ART Demokrat
Menurutnya, peserta pascasarjana tidak mengesabkan dirinya penganut faham totaliter Nationale Sosialismus atau Nazi. Di kampus pemikiran hukum filsafat hukum Yusril malah dianggap terlalu Islam.
“Di zaman Orba, Panglima Kopkamtib Laksamana Sudomo menyebut saya ekstrim kanan," kenang Yusril.
"Pemerintah Amerika Serikat sampai sekarang nampaknya menganggap saya Islam radikal. Makanya saya tidak pernah dikasih visa untuk masuk ke AS,” jelas Yusril.
Karena itulah Yusril menganggap sebuah kejutan, gegara membela 4 kader Demokrat yang dipecat, dia dapat julukan baru sebagai pengikut Hitler.
“Dua minggu lalu saya dijuluki pengacara Rp100 miliar. Sekarang saya dijuluki lagi sebagai Nazi pengikut Hitler. Masih untung saya nggak dijuluki PKI," kata Yusril tertawa.
Benny Harman menuduh Yusril menempatkan negara di atas segalanya atau 'uber alles' dalam istilah Hitler.
Lalu pemikiran masyarakat sipil termasuk AD partai politik mau diuji “apakah negara senang atau tidak senang” dengannya.