TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menetapkan 11 nama menjadi tim seleksi Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027.
Dari 11 nama itu, Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro ditetapkan menjadi ketua tim seleksi.
Nama-nama yang masuk dalam tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tertera dalam Keputusan Presiden RI Nomor 120/P Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu Masa Jabatan 2022-2027.
Kepres tersebut ditandatangani oleh Presiden Jokowi, Jumat (8/10/2021).
"Di dalam keppres ini, sudah dibentuk tim seleksi yang jumlahnya ada 11 orang. Ketua merangkap Anggota Juri Ardiantoro, Wakil Ketua merangkap Anggota Chandra M Hamzah, Sekretaris merangkap Anggota Bahtiar," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam jumpa pers, Senin (11/10/2021).
Chandra adalah mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sementara Bahtiar adalah Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri.
Tito menyampaikan tim sudah dipilih sejak 8 Oktober. Mereka akan segera bekerja untuk mempersiapkan seleksi anggota KPU dan Bawaslu.
Nama Juri Ardiantoro cukup dikenal di dunia kepemiluan.
Pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah pada 6 April 1974 itu adalah lulusan Universitas Negeri Jakarta.
Ia lantas melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia dan S3 di Universitas Malaya, Malaysia.
Baca juga: Ini Tahapan Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu RI
Pria yang kini menjabat rektor Universitas Nahdlatul Ulama periode 2021-2025 ini meniti karier di dunia kepemiluan.
Ia mengawali karier saat aktif sebagai pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).
Ia pun menjadi sekretaris jenderal di organisasi itu pada 2003.
Pada 2008, Juri terpilih sebagai Komisioner KPU DKI periode 2008-2013.
Ia lantas menjajal karier di KPU pusat hingga akhirnya dipilih sebagai Komisioner KPU periode 2012-2017.
Pada 7 Juli 2016, Ketua KPU Husni Kamil Manik meninggal dunia.
Juri lantas didapuk sebagai Ketua KPU hingga masa jabatan berakhir di 2017.
Usai aktif di KPU, Juri bersama sejumlah kolega sesama eks Komisioner KPU membentuk lembaga swadaya masyarakat yang mendorong demokrasi dan penyelenggaraan pemilu secara jujur dan adil, yaitu Netgrit.
Memasuki masa kampanye Pemilu 2019, Juri masuk dalam dunia politik.
Ia tercatat sebagai bagian Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Amin sebagai Wakil Direktur Hukum dan Advokasi.
Ia kemudian dilantik sebagai kepala Deputi IV KSP pada Senin (22/6/2021).
Selama di pemerintahan, Juri tidak hanya kali ini menjadi pansel di periode kedua pemerintahan Jokowi.
Ia sebelumnya tercatat sebagai pansel Anggota Ombudsman 2021-2026 dengan status sebagai anggota.
Ia menemani Chandra M Hamzah selaku ketua, yang kini menjadi koleganya dalam pansel KPU-Bawaslu.
Selain kursi ketua dan wakil ketua yang diduduki Juri-Chandra, serta kursi sekretaris yang diisi Bachtiar, Jokowi juga menunjuk Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.
Jokowi pun merekrut kiai Nahdlatul Ulama Abdul Ghaffar Rozin.
Selain itu, Tim Seleksi Calon Anggora KPU dan Calon Anggora Bawaslu diisi Airlangga Pribadi Kusuma, Hamdi Muluk, Endang Sulastri, I Dewa Gede Palguna, Betti Alisjahbana, dan Poengky Indarty.
Para komisioner KPU periode 2017-2022 akan mengakhiri masa jabatan pada 11 April 2022.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mewajibkan presiden membentuk tim seleksi enam bulan sebelum masa jabatan penyelenggara pemilu berakhir.
Bulan ini tepat enam bulan sebelum Ilham Saputra dkk dan Abhan dkk habis masa jabatan.
Masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu periode ini berakhir pada 11 April 2022.
Nantinya setelah proses di pansel, nama-nama terpilih akan dibawa ke Komisi II DPR untuk disetujui.
Terkait ditunjuknya 11 nama anggota tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu masa jabatan 2022-2027 itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai komposisi susunan tim seleksi tersebut tidak sesuai dengan undang-undang.
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 22 ayat 3, disebutkan syarat tim seleksi KPU-Bawaslu.
Dalam aturan tersebut, ditetapkan tim seleksi salah satunya terdiri atas 3 orang unsur pemerintah.
"Pasal 22 ayat (3) UU No 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa tim seleksi KPU/Bawaslu terdiri atas 3 (tiga) orang unsur pemerintah; 4 (empat) orang unsur akademisi; dan 4 (empat) orang unsur masyarakat," ujar Titi kepada wartawan, Senin (11/10).
Sedangkan dari 11 nama tim seleksi anggota KPU yang disebut terdapat 4 unsur pemerintah.
Keempat unsur tersebut adalah KSP, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), serta Kompolnas.
"Kalau dari komposisi yang ada memang ada nama yang merupakan bagian dari KSP, Kemendari, dan juga Wakil Menteri Hukum dan HAM. Selain itu, juga ada anggota Kompolnas yang kelembagaannya bertanggung jawab pada Presiden. Kalau merujuk pada ketentuan tersebut, maka empat unsur pemerintah tidak sejalan dengan amanat UU," tuturnya.
Titi menilai keempat orang dari pemerintah tersebut tidak dapat dianggap mewakili individu, sebab masih menjadi pejabat aktif sehingga pemerintah disebut perlu menjelaskan posisi 4 orang tersebut di dalam timsel.
"Mereka tidak bisa dianggap sebagai mewakili individu yang punya keahlian karena pada dasarnya sedang memangku jabatan aktif. Ini yang harus dijelaskan lebih lanjut oleh Pemerintah kepada publik soal adanya 4 orang unsur pemerintah dalam komposisi Timsel, padahal UU Pemilu jelas hanya mengatur tiga orang saja dari unsur pemerintah," ujar Titi.
Baca juga: Profil Juri Ardiantoro yang Ditunjuk Jadi Ketua Pansel Calon Anggota KPU dan Bawaslu
"Pastinya, pembentukan Timsel harus patuh pada ketentuan UU Pemilu agar prosesnya berjalan baik dan tidak menimbulkan spekulasi. Makanya transparansi dan akuntabilitas soal penjelasan unsur-unsur yang mengisi Timsel menjadi sangat penting," sambungnya.
Meski begitu, Titi menilai latar belakang tim seleksi mewakili beragam keahlian.
Hal ini dinilai baik sebagai dasar proses seleksi anggota KPU-Bawaslu.
"Kalau dilihat dari latar belakang keahlian dan kapasitas Timsel, nama-nama yang ada memang mewakili ragam keahlian yang diperlukan untuk kepentingan menghasilkan komposisi KPU/Bawaslu yang kolektif dan kolegial dengan sinergi latar belakang kemampuan yang kuat."
"Timsel dengan komposisi mantan penyelenggara pemilu serta ahli politik, hukum, teknologi informasi, psikologi, manajemen, dan kepemimpinan sudah cukup baik sebagai dasar proses seleksi untuk membentuk tim penyelenggara pemilu yang kuat," ujar Titi.(tribun network/fik/dod)