Banyak studi membuktikan, bahaya BPA terkait dengan gangguan hormonal, kanker, penyakit saraf dan obesitas.
Terdapat hubungan yang kuat antara paparan BPA dan gangguan perilaku manusia, terutama pada anak-anak.
"BPA ini menyerupai estrogen dalam tubuh, sehingga mengganggu perkembangan organ seksual pada anak-anak,” tegas dokter spesialis anak yang juga ahli dalam bidang hematologi ini.
Ia menambahkan upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari penggunaan produk mengandung BPA dan memberikan ASI secara langsung, mengurangi konsumsi makanan pada kemasan plastik, dan tidak memanaskan makanan dalam kemasan plastik di microwave.
Anak-anak Miliki Hak atas Kesehatan
Dari perspektif perlindungan anak, Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) memberikan penjelasan, anak-anak berhak atas kesehatan dan hak atas hidup yang diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Arist juga menyatakan, Pemerintah memegang amanah Undang Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.
“Hak ini adalah hak yang sangat fundamental. BPOM sebagai wakil Pemerintah memilki kewenangan untuk melindungi masyarakat. Kalau kita ingin mendesain regulasi BPA yang tepat, maka kita harus kembalikan ke Pemerintah,” tegasnya.
Menurutnya, tidak ada toleransi BPA terhadap hak kesehatan anak, ibu hamil dan bayi.
"Komnas anak sudah melakukan berbagai kampanye peduli kesehatan di ibu hamil dan PAUD sehingga nanti kalau Pemerintah masih belum membuat regulasi BPA yang tepat, setidaknya para ibu dan anak-anak sudah bisa menghindari kemasan yang mengandung BPA,” ungkap Arist Merdeka di akhir paparannya.
Merespons hal terkait, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/BAPPENAS, Pungkas Bahjuri Ali mengapresiasi masukan dan rekomendasi terkait kebijakan BPA.
“Memang BAPPENAS tidak spesifik menangani BPA, namun kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas utama,” kata Pungkas.
Ia menambahkan bahwa arah RPJMN adalah peningkatan SDM dan diperlukan pemahaman bersama antara Kementerian atau lembaga negara dalam menghadapi BPA.
“Namun kita juga perlu mempertimbangkan pertanyaan lain, seperti apakah ada alternatif selain BPA, apakah bahannya mudah dan lain sebagainya. Ada banyak kandungan kimiawi yang harus diperhatikan,” tegasnya.