News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Profil dan Sosok

Mengenal Sosok Jenderal Hoegeng, Tokoh Militer dengan Segudang Tanda Jasa dan Jabatan Pentingnya

Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jenderal (Purn) Hoegeng Iman Santoso direkomendasikan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendapat gelar pahlawan Nasional bersama dua tokoh lainnya, yaitu dokter Kariadi dan Prof Dr R Soegarda Poerbakawatja

Selanjutnya, ia mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.

Banyak hal yang dilakukan selama masa kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso.

Berikut beberapa perubahan yang dilakukan Jenderal Hoegeng:

- Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri.

Hasilnya, struktur yang baru terkesan lebih dinamis dan komunikatif.

- Perubahan pada nama pimpinan polisi dan markas besarnya.

Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian.

Namun, perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri.

Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol.

Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol.

Di bawah kepemimpinan Hoegeng, peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif, ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Pada tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, AS.

Dari kursus tersebut, tahun 1952 ia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya.

Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum. (KOMPAS/Hendranto)
Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini