TRIBUNNEWS.COM - Anggota kuasa hukum Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Bambang Widjojanto turut menanggapi polemik yang terjadi di partai berlogo Mercy ini.
Mengingat, saat ini partai besutan Susilo Bambang Yodhoyono ini sedang menghadapi gugatan yang dilayangkan oleh mantan kader Partai Demokrat terkait keputusan SK Menteri Hukum HAM (Menkumham) hasil kongres Partai ke lima tahun 2020.
Menurut Bambang, langkah gugatan yang diajukan mantan kader ini berpotensi dapat mengganggu kestabilan partai.
Bambang khawatir karena dalam waktu dekat Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal melakukan verifikasi partai politik untuk Pemilu 2024 mendatang.
Hal tersebut disampaikan oleh Bambang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (21/10/2021).
"Jadi yang saya khawatirkan adalah ini (gugatan) sedang mencari-cari (hambatan) apalagi sebentar lagi kita akan menghadapi apa yang disebut dengan verifikasi partai politik," kata Bambang dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (24/10/2021).
Baca juga: Ahli Beri Solusi untuk KSP Moeldoko Dirikan Parpol Baru, Mehbob: Tapi Jangan Pakai Nama Demokrat
Baca juga: Kuasa Hukum Partai Demokrat: Gugatan Mantan Kader ke PTUN Jakarta Hanya Akal-akalan
Kekhawatiran ini muncul, mengingat upaya seperti ini bisa dilakukan siapapun untuk membuat partai politik tidak stabil.
"(Saya khawatir) apakah ini cara untuk men-destabilisasi (membuat tidak stabil Partai) proses yang sedang berjalan," tambah Bambang.
Untuk itu, pihaknya akan berupaya mendengarkan seluruh keterangan ahli yang dihadirkan penggugat dalam hal ini mantan kader Partai Demokrat.
Kubu AHY Menduga Yusril Sengaja Atur Rencana
Kuasa Hukum Partai Demokrat, Hamdan Zoelva menduga eks anggota Partai Demokrat yang kini berada di kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra telah dengan sengaja mengatur rencana dalam pengajuan uji materiil AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Dituduh Merusak Partai Oposisi, Kubu Moeldoko: Faktanya Pemerintah atau Kemenkumham Tak Setujui KLB
Menurut Hamdan, Yusril yang merupakan pemohon gugatan, dengan sengaja tidak mengajukan Partai Demokrat sebagai termohon.
Akan tetapi malah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang jadi termohon.
Padahal dalam gugatan tersebut, pengujian materiil tersebut terkait dengan AD/ART milik Partai Demokrat.
Dengan kejadian itu, Hamdan menduga bahwa ini memang niat para pemohon yang seolah-olah ingin membungkam Partai Demokrat agar tidak memberikan penjelasan yang sebenarnya.
Penjelasan tersebut disampaikan Hamdan dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual oleh Kompat Tv, Senin (11/10/2021).
Baca juga: Sengit, Adu Argumen Yusril Vs Hamdan Zoelva di Pusaran Konflik Partai Demokrat
"Mengapa tiba-tiba Menkumham yang tidak mengeluarkan peraturan tetapi jadi termohon? Kami menduga ada kesengajaan dari para pemohon untuk tidak mengajukan Partai Demokrat sebagai termohon, walaupun objek permohonannya adalah AD/ART Partai Demokrat. Untuk menghindari Partai Demokrat memberi penjelasan yang sebenarnya. Itulah kira-kira dugaan kami," jelas Hamdan.
Partai Demokrat, kata Hamdan, memang tidak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan.
Untuk itu, Hamdan meminta kepada MA untuk menetapkan Partai Demokrat sebagai termohon dalam pengajuan uji materiil tersebut.
"Saya perlu sampaikan untuk memenuhi prinsip-prinsip keadilan yang terbuka yang adil dan mendengar secara seimbang, maka Mahkamah Agung perlu untuk menetapkan Partai Demokrat sebagai pihak termohon," lanjut Hamdan.
Baca juga: Gugatan Yusril soal AD/ART Demokrat Dianggap Tak Lazim hingga Disebut Pakai Pola Pikir Hitler
Kuasa Hukum Demokrat Nilai Gugatan Tak Lazim
Mengutip Tribunnews.com, Hamdan menilai permohonan gugatan AD/ART Partai Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko melalui Yusril, tidaklah lazim.
Penilaian ini didasari karena AD/ART bukanlah merupakan produk hukum.
Menurut Hamdan, norma hukum dalam AD/ART partai politik itu hanya mengikat anggota partai saja.
Sehingga, AD/ART partai politik tersebut tidak mengikat masyarakat secara umum.
"Kalau kita baca pasal 1 butir 2 UU nomor 12 tahun 2011, ini dikenal dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau disingkat UU PPP, tentang peraturan perundang-undangan, memberi batasan tentang peraturan perundang-undangan. Dia hanya mengikat PD dan anggotanya, tidak mengikat keluar. Jadi dalam batasan pengertian ini tidak termasuk peraturan perundang-undangan," kata Hamdan, Senin (11/10/2021).
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rizki Sandi Saputra/Vincentius Jyestha Candraditya)