TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merasa pernyataannya soal polemik terkait pemberian nama Ataturk untuk jalan di Jakarta dipelintir, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengklarifikasi sejumlah pemberitaan.
Pertama, Mahfud menyoroti media daring yang menuliskan judul "Tak Sudi Nama Jalan di Jakarta Gunakan Nama Attaturk, Mahfud MD: Dia itu penjahat!".
Mahfud menegaskan bahwa ia tidak pernah mengatakan hal tersebut.
Ia pun mengatakan berita tersebut bohong.
Mahfud menjelaskan bahwa pernyataannya sebenarnya adalah orang-orang yang menolak pengunaan jalan dengan nama tokoh Turki tersebut menyebut bahwa Mustafa Kemal Ataturk adalah orang jahat.
"Kata saya, yang tak setuju Ataturk dijadikan nama jalan di sini bilang 'Ataturk jahat kepada Islam tapi dia dikagumi oleh Bung Karno (BK)', sehingga pada (tahun) 1938 BK usul Indonesia jadi negara sekuler seperti Turki," kata Mahfud dalam keterangan tertulis pada Senin (25/10/2021).
Mahfud juga menceritakan tentang polemik antara Bung Karno dan Muhammad Natsir.
Baca juga: Kontroversi Nama Jalan Mustafa Kemal Attaturk, Mahfud MD: Jangan, Tak Sebanding dengan Bung Karno
"Ceritanya, pada tahun 1938 Bung Karno tiba-tiba menulis bahwa, kalau Indonesia merdeka kelak perlu meniru Turki yang dibangun oleh Kemal Ataturk, yakni, memisahkan agama dan negara. Sebab kalau agama dan negara disatukan keduanya akan mundur. Pendapat Bung Karno tersebut ditentang oleh Natsir," kata dia.
Kedua tokoh Indonesia itu, kata Mahfud, sebelumnya memiliki pemikiran yang berbeda tentang sistem dan bentuk negara yang akan dijalankan.
Bung Karno, kata dia, menganggap negara sekuler ala Mustafa Kemal Ataturk lebih baik, sedangkan Muhammad Natsir menganggap negara Islam jauh lebih baik.
Namun pada akhirnya, lanjut dia, keduanya dan seluruh elemen perancang Undang-Undang dan pendiri negara sepakat bahwa Indonesia menjalankan negara Pancasila.
"Perdebatan tentang konsep negara Islam dan negara sekuler antara Bung Karno dan Natsir Cs, itu bermuara di BPUPK dan PPK (perancang UUD dan pendiri negara) pada tahun 1945. Hasilnya adalah mendirikan Negara Pancasila yakni negara yang bukan negara sekuler tapi juga bukan negara agama," kata dia.
Kedua, Mahfud juga menegaskan, bahwa pernyataannya terkait kisah perspektif Bung Karno saat perumusan dasar negara tersebut, tak ada kaitannya dengan perspektifnya soal pro kontra Jalan Mustafa Kemal Ataturk di Jakarta.
"Bagi saya penentuan Jalan Ataturk itu tak ada hubungannya dengan urusan Bung Karno itu sebanding atau tak sebanding dengan Kemal Ataturk," kata Mahfud.
Ia mengatakan berada pada posisi menjelaskan fakta sejarah tentang perdebatan pemikiran para pemimpin negara.
Baca juga: Kontroversi Nama Jalan Attaturk, Begini Respons Menteri, Anggota DPR, Yusril dan Haji Lulung
"Saya hanya menunjukkan fakta bahwa secara terang-terangan Bung Karno pada tahun 1938 menyatakan kagum kepada Kemal Ataturk dan menginginkan Indonesia yang sedang berjuang untuk merdeka saat itu adalah negara sekuler seperti yang dibangun oleh Ataturk di Turki," kata dia.
Akan tetapi, lanjut dia, konsep pemerintahan ala Mustafa Kemal Ataturk didebat dan didiskusikan dengan tokoh-tokoh Islam yang mengusulkan konsep negara agama (Islam) sehingga akhirnya yang diterima adalah konsep jalan tengah yakni Negara Pancasila.
"Negara Pancasila itu bukan negara sekuler dan bukan negara agama tetapi sebuah religious nation state," kata Mahfud.