Dicky menyebut harga tes PCR yang tinggi juga akan menyulitkan masyarakat, terlebih yang berangkat sekeluarga penuh.
”Kalau misal harganya hampir sama dengan tiketnya, ya, kan itu mah beda lagi. Apalagi, ini yang perginya berlima: anaknya, istrinya, bapaknya, itu beda lagi. Dari sisi strateginya, bukan hanya efektif. Ya, [tes PCR] efektif, tapi, cost-effective tidak? Kan, tidak,” paparnya.
Kata Dicky, tak hanya masyarakat yang akan merasa terbebani dengan aturan ini. Maskapai pun ada potensi terbebani.
”Bukan hanya masyarakatnya, maskapainya juga sanggup tidak? Apakah pilot dan kru pesawat tidak dites juga? Kan logikanya begitu. Kalau misal penumpang dites, lalu kru pesawat dan pilotnya tidak, ya, buat apa? Virus tidak milih-milih. Jadi ini akan ongkos juga buat maskapainya,” jelas dia.
Dicky berpendapat tes antigen sebagai alat screening penumpang sudah memadai.
Menurut dia, selain cost-effective karena harga yang terjangkau, sensitivitas dan spesifisitasnya juga efektif.
“Kenapa harus memilih yang membebani dan ongkosnya besar? Dalam situasi saat ini, semuanya esensial aja: secara standar semuanya terpenuhi, aman, dan efektif. Ya, itu antigen, cukup,” ujarnya.(tribun network/yov/rin/har/dod)