Namun, memohon kepada Mahakamah agar norma tersebut diberi tafsir terbatas dengan menambahkan frasa "setelah mengeluarkan keputusan administrasi atau keputusan tata usaha negara secara tertulis".
Sebagaimana karakteristik virtualitas ruang siber memiliki daya sebar yang sangat cepat, di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.
Maka adanya penambahan frasa tersebut justru akan menghambat peran pemerintah untuk melindungi kepentingan umum dari segala bentuk gangguan muatan/konten dilarang (ilegal).
Baca juga: Putusan MK Atas Uji Materil Pasal Blokir Internet Diwarnai Dissenting Opinion 2 Hakim Konstitusi
Enny mengatakan tindakan pemerintah melakukan pemutusan akses tidak berarti menghilangkan hak para Pemohon untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi sebagaimana dijamin oleh konstitusi.
Namun, lanjut dia, penggunaan hak tersebut tidak boleh juga menghilangkan hak negara untuk melindungi kepentingan umum, terlebih kepentingan anak-anak dari bahaya informasi yang memiliki muatan yang dilarang (ilegal) secara cepat.
Terlebih lagi, kata dia, terhadap tindakan pemerintah tersebut terbuka ruang untuk dilakukan proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga hak para Pemohon untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi tetap dijamin.
Namun demikian, lanjut Enny, seusai dengan perkembangan teknologi digital terkait tindakan pemerintah melakukan pemutusan akses atas konten bermuatan ilegal, dapat saja bersamaan dengan itu pemerintah menyampaikan notifikasi digital berupa pemberitahuan kepada pihak yang akan diputus akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektroniknya.
Sehingga, kata dia, dalam tindakan Pemerintah tersebut tetap terjamin asas keterbukaan sebagaimana cerminan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.
"Dengan demikian, tidak terdapat juga persoalan konstitusionalitas norma pasal 40 ayat (2b) UU 19/2016 terhadap hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang dijamin Pasal 28F UUD 1945, sehingga dalil para Pemohon yang menyatakan pasal a quo bertentangan dengan UUD adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Enny.
MK menolak seluruh permohonan uji materil pasal blokir internet dalam sidang pengucapan putusan, Rabu (27/10/2021).
Dalam konklusi, Ketua MK Hakim Konstitusi Anwar Usman mengatakan berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan Mahkamah berkesimpulan tiga hal.
Pertama, Mahkamah berwenang mengadili permohonan tersebut.
Kedua, para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.
Ketiga, Pokok Permohonan tidak beralasan menurut hukum.