Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mendalami dugaan permintaan dari mantan Anggota DPRD DKI Jakarta Boy Sadikin ihwal percepatan pencairan Penyertaan Modal Daerah (PMD) Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya.
Hal itu terungkap melalui kesaksian Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Edi Sumantri dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, pada Kamis (28/10/2021).
Selain Boy, Edi juga mengungkap ada enam anggota DPRD DKI yang turut meminta agar pencairan PMD tersebut dipercepat.
"Tentu setiap fakta sidang dari keterangan saksi di depan majelis hakim kami pastikan akan didalami lebih lanjut pada sidang-sidang berikutnya," ujar Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (29/10/2021).
Ali menyatakan, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK masih akan menghadirkan sejumlah saksi lain pada agenda persidangan selanjutnya.
"Kami akan konfirmasi fakta sidang dimaksud termasuk nanti kepada terdakwa," kata Ali.
Sebelumnya, enam anggota DPRD DKI Jakarta dan Boy Sadikin disebut dalam sidang kasus dugaa korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
Baca juga: 6 Anggota DPRD DKI Jakarta Disebut di Sidang Korupsi Munjul
Mulanya, JPU pada KPK menyebut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta Edi Sumantri telah mengakui ada sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta yang meminta percepatan pencairan PMD di Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya.
"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi disebutkan banyak orang lain juga yang meminta tolong proses percepatan pencairan dari contohnya teman-teman dari DPRD yaitu Cinta Mega PDIP untuk pengadaan tanah dimana saya lupa tahun 2019," ucap Jaksa Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Takdir membacakan BAP milik Edi Sumantri yang menjabat sebagai Kepala BPKD DKI Jakarta pada Juli 2018 hingga sekarang.
Baca juga: KPK Periksa Kepala BPKD DKI Edi Sumantri di Kasus Korupsi Tanah Munjul
"Kemudian ada Yusuf Sekretaris komisi C dari PKB bersama Pak Andika anggota komisi C pernah juga meminta proses pencairan tanah di SDA tahun 2020; kemudian ada Suhaimi Wakil Ketua DPRD dari PKS meminta percepatan pembahasan tanah di SDA (Dinas Sumber Daya Alam); kemudian ada Jamaluddin anggota komisi A terkait permohonan percepatan pencairan di SDA; Haji Misan Wakil Ketua DPRD mengajukan permohonan percepatan penerbitan SPM (Surat Perintah Membayar) lahan di dinas perumahan; kemudian ada Boy Sadikin tahun 2020 minta tolong percepatan pencairan pembebasan tanah," lanjut Takdir masih membacakan BAP milik Edi Sumantri.
"Jadi mereka datang hanya proses percepatan saja dan memang di BPKD sudah ada SOP-nya, sepanjang berkas semua lengkap maka paling lambat dua hari kami harus mencairkan. Sepanjang semua berkas telah kelengkapan sudah sesuai," jawab Edi.
Edi menjadi saksi untuk mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan yang didakwa merugikan negara sebesar Rp152,565 miliar dalam pengadaan tanah proyek hunian DP 0 Rupiah di Munjul.
Dalam dakwaan disebutkan Yoory pernah mengajukan usulan PMD untuk APBD Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2019 sebesar Rp1,803 triliun untuk pembelian alat produksi baru, proyek hunian DP 0 Rupiah, dan proyek Sentra Primer Tanah Abang.
Namun pencairan untuk Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PMD hanyalah Rp800 miliar yaitu pada 10 Desember 2019 sebesar Rp350 miliar dan pada 18 Desember 2019 sebesar Rp450 miliar.
Baca juga: Korupsi Tanah Munjul, KPK Panggil Kepala BPKD DKI Jakarta Edi Sumantri
Edi dalam kesaksiannya juga mengakui bahwa Yoory pernah datang ke kantornya bersama dengan Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian pada pertengahan 2020.
"Setahu saya di pertengahan 2020 Pak Yoory bersama Tommy ke ruangan saya, pertama Yoory silaturahmi, saat itu Pak Tommy menyampaikan mohon dibantu ada berkas yang sedang proses di Dinas SDA (Sumber Daya Air)," beber Edi.
Edi awalnya tidak mengetahui siapa Tommy yang dibawa Yoory.
"Saya tidak tahu siapa Tommy, saya tidak pernah tanya Tommy siapa, hanya tahu teman Pak Yoory yang minta bantu karena ada berkas di Dinas SDA yang belum selesai, jadi sebagai teman Pak Yoory," imbuh Edi.
Edi mengklaim ia tidak pernah menerima tamu di luar instansi.
"Kalau Pak Yoory jelas direktur BUMD. Karena itu, pada saat datang minta permohonan untuk berkas di SDA sedang proses, saya sampaikan tidak perlu ke saya. Kalau ada permohonan silakan berkas ke mana titipkan ke Pak Yoory, nanti saya lihat, dikoordinasikan dinas SDA untuk menanyakan apakah proses ini bisa lanjut atau tidak dan sepenuhnya kewenangan ada di pihak SDA," kata Edi.
Setelah pertemuan itu, Edi juga menyebut Tommy pernah menghubunginya lewat WhatsApp (WA).
Baca juga: KPK Dakwa 2 Bos Adonara Propertindo dan Rudy Hartono Rugikan Negara Rp152 M di Kasus Munjul
"Beliau kirim WhatsApp ke saya, karena saat datang saya tidak mau ketemu jadi kalau ada mau bantu silakan berkasnya titip ke Pak Yoory saja," jelas Edi.
Selanjutnya Tommy pun membalas WhatsApp Edi tersebut.
"Isi WA-nya seingat saya 'sesuai arahan bapak berkas sudah saya titipkan Pak Yoory dan terlampir ada dua SPM sumber dinas SDA mohon bantu dicairkan'," ungkap Edi.
Edi menyebut bahwa pencairan tersebut terkait dengan pembebasan tanah di Dinas SDA Pemprov DKI Jakarta.
"Apakah memang bisa pihak swasta yang melakukan ini bertemu langsung dengan bapak?" tanya Jaksa Takdir.
"Makanya saya bilang tadi saya sesungguhnya menerima pihak swasta, karena kebetulan yang bersangkutan diantar oleh Pak Yoory. Selain itu yang datang ke saya eksekutif atau legislatif, ya mereka minta proses pencairan, sepanjang proses administrasi benar kita cairkan," jawab Edi.