TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka dan eks Menpora Adhyaksa Dault bersepakat berdamai terkait pelaporan dugaan kasus penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat aset Kwarnas yang dijadikan pom bensin.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menyampaikan Kwarnas bersepakat akan menyelesaikan kasus ini secara damai dengan pihak Adhyaksa Dault.
"Iya, ada penyelesaian secara kekeluargaan," kata Brigjen Andi saat konfirmasi, Senin (1/11/2021).
Namun demikian, ia tidak menjelaskan lebih lanjut alasan kedua belah pihak bersepakat untuk berdamai. Sebaliknya, ia hanya menyebut kasus ini akan diselesaikan secara damai.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Adhyaksa Dault dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri atas dugaan penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat.
Laporan itu terdaftar dengan nomor Laporan Polisi: LP/B/0169/III/2021/Bareskrim tertanggal 16 Maret 2021.
Adapun Adhyaksa Dault disangka melanggar dugaan pasal 378, 372 dan 263 KUHP.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi membenarkan adanya laporan tersebut.
Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci perihal pihak yang melaporkan Adhyaksa Dault.
Baca juga: Dugaan Kasus Penggelapan Aset Kwarnas Pramuka yang Menyeret Adhyaksa Dault Masih dalam Penyelidikan
“Iya ada (laporan terhadap Adhyaksa Dault),” kata Andi saat dikonfirmasi, Jumat (10/9/2021).
Andi hanya menjelaskan Adhyaksa Dault dilaporkan atas dugaan penipuan dan penggelapan pengelolaan aset Kwarnas (Kwartir Nasional). Ketika itu, Adhyaksa menjabat sebagai Ketua Kwarnas.
“Iya (penggelapan), terkait pengelolaan aset Kwarnas,” ujarnya.
Sebagai informasi, Adhyaksa Dault memang diketahui pernah menjadi Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) periode 5 Desember 2013 hingga 23 September 2018. Dia kemudian digantikan oleh Komjen Pol Budi Waseso.
Dilaporkan Kwarnas Pramuka
Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka, Komjen (Purn) Budi Waseso mengatakan Adhyaksa Dault dilaporkan atas dugaan penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat terkait pengelolaan aset Kwarnas yang dijadikan pom bensin.
Buwas, sapaan akrab Budi Waseso, menyebut aset pom bensin milik Kwarnas yang diduga disalahgunakan oleh Adhyaksa Dault berada di daerah Cibubur, Jakarta Timur.
“Memang kita sedang satu per satu ya merapihkan daripada aset-aset yang kita baru ini masuk. Yang kita laporkan utama ini adalah aset masalah pengelolaan pom bensin di Cibubur. Nah, ini kan ada penyalahgunaan wewenang, penggelapan, pemalsuan,” kata Buwas saat dikonfirmasi pada Selasa (14/9/2021).
Menurutnya, pengelolaan aset Kwarnas ketika kepemimpinan Adhyaksa Dault pada periode 2013-2018 dinilai tidak transparan dan pemanfaatannya juga tidak terbuka.
Bahkan, ia melihat tidak sesuai ketentuan dan aturan baik secara Undang-undang maupun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) di Pramuka atau Kwarnas.
“Jadi ada penyimpangan-penyimpangan diantaranya adalah penyalahgunaan wewenang, ada pemalsuan disitu, banyak hal lah ya. Itu saya kira yang nanti tahu dari bidang hukumnya Kwarnas dan aset. Itu sedang dilaporkan dan sekarang ditangani Bareskrim,” jelasnya.
Eks Kabareskrim Polri ini mengaku turut bertanggung jawab atas aset Kwarnas Pramuka. Pasalnya, dia kini yang menjabat sebagai Ketua Kwarnas.
Menurutnya, pengelolaan aset Kwarnas Pramuka harus terbuka dan bukan kepemilikan pribadi. Sebaliknya, aset itu tidak boleh dikuasai oleh satu orang saja.
“Karena ini menyangkut daripada pengelolaan aset, ya kita harus terbuka. Pengelolaan aset kan bukan punya pribadi-pribadi ya, tapi punya Kwarnas Pramuka. Jadi tidak bisa dimiliki atau dikuasai oleh orang per orang, nah itu sebenarnya kita perlu penjelasan. Tapi karena dari pihak sana tidak ada penjelasan yang jelas,” jelasnya.
Ia menerangkan Kwarnas Pramuka juga telah melaporkan barang bukti atau dokumen kepada Bareskrim terkait kasus tersebut. Di antaranya perjanjian-perjanjian dalam perspektif hukum tidak sesuai.
Misalnya, dalam AD/ART itu bahwa pengelolaan aset satu periode jabatan dari Ketua Kwarnas. Artinya, satu periode jabatan itu hanya 5 tahun.
“Tapi pengelolaan ini dibikin 20 tahun, berarti kan enggak boleh dan itu melanggar ketentuan AD/ART. Artinya, yang batas 5 tahun nanti diperpanjang di kemudian hari setelah adanya pergantian Kwarnas itu bisa diperpanjang dengan periode baru. Tapi ini langsung 20 tahun, berarti 20 tahun secara aturan pajak juga kan tidak bisa. Perpajakan kan tiap tahun ada perubahan-perubahan,” katanya.
Hingga saat ini, Tribunnews telah mencoba mengkonfirmasi kepada Adhyaksa Dault terkait pelaporan ini. Namun, masih belum mendapatkan respons.