TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan kesaksian Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menguatkan bahwa Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino atau RJ Lino melakukan perbuatan korupsi.
"Dari apa yang diterangkan saksi a de charge tersebut, menurut hemat kami justru menguatkan pembuktian dakwaan tim jaksa KPK," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (4/11/2021).
Ali mengatakan, Sofyan Djalil menerangkan bahwa pengadaan barang dan jasa di BUMN terikat aturan dan penunjukan langsung memang dapat dilakukan dalam pengadaan barang dan jasa.
Namun demikian, penunjukkan langsung dilakukan sepanjang tidak ada perbuatan melawan hukumnya.
"Sehingga kembali pada norma pokok bahwa pengadaan barang dan jasa harus tetap dilakukan dengan memedomani prinsip-prinsip dalam pengadaan itu sendiri, seperti transparan, fair, dan akuntabel," kata Ali.
Dari seluruh rangkaian proses persidangan, KPK yakin dakwaan tim jaksa akan terbukti dan majelis hakim tidak terpengaruh independensinya untuk memutus bersalah menurut hukum atas diri terdakwa RJ Lino.
Baca juga: Sofyan Djalil Jelaskan Alasan Tunjuk RJ Lino Jadi Dirut PT Pelindo II
"KPK mengajak masyarakat untuk terus memantau persidangan perkara ini sebagai fungsi transparansi dan kontrol," kata Ali.
Sofyan Djalil menjadi saksi meringankan untuk terdakwa RJ Lino pada sidang Rabu (3/11/2021) yang didakwa merugikan keuangan negara senilai 1.997.740,23 dolar AS karena melakukan intervensi dalam pengadaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC) pada 2010 di Pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Palembang (Sumatera Selatan).
Sofyan Djalil menjabat sebagai menteri BUMN periode 2007-2009 sementara RJ Lino menjadi direktur utama PT Pelindo II pada 2009-2015.
Djalil menjelaskan soal bagaimana ia memilih RJ Lino pada 2009.
"Jadi pertimbangan Pak Lino diangkat, saya cari profesional. Saya sudah wawancara beberapa orang tapi kemudian saya belum puas. Ada seseorang mengatakan orang Indonesia menjadi dirut perusahaan pelabuhan di China, dia katanya bekas orang Pelindo, namanya RJ Lino, Oh dia tahu dengan Pak Lino, saya tanya punya nomornya tidak? Lalu saya telepon," kata Djalil di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/11/2021).
Djalil juga menyebut, pada saat keadaan mendesak, pengadaan di BUMN dapat dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.
"Karena ada keadaan yang mendesak, aset kritikal itu bisa ditunjuk langsung, jadi kalau sudah berkali-kali penunjukan tender, tapi tender belum tentu yang terbaik boleh ditunjuk langsung, kalau gagal tendernya," kata dia.
Dalam dakwaan disebutkan PT Pelindo II membutuhkan derek besar kontainer dan setelah beberapa kali dilakukan pelelangan akan tetapi gagal sehingga pada April 2009, PT Pelindo II kembali melakukan pelelangan.
Setelah dilakukan pelelangan tidak ada peserta yang dapat memenuhi persyaratan sehingga pelelangan gagal sehingga PT Pelindo II melakukan pelelangan ulang dan juga menunjuk langsung kepada PT Barata Indonesia.
RJ Lino kemudian memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku direktur operasi dan teknik PT Pelindo II agar mendampingi perwakilan Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd yang merupakan perusahaan pembuat derek untuk melakukan survei.
Kontrak ditandatangani pada 30 Maret 2010 dengan nilai 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi satu tahun dan untuk pemeliharaan selama lima tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.
Walaupun pengadaan dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur, Pelindo II tetap membayar HDHM sebesar 15.165.150 dolar AS untuk pengadaan dan pemeliharaan sebesar 1.142.842,61 dolar AS yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS.