News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laksmi: Kemajuan Besar Disepakati Prosedur dan Narasi Dasar untuk Negosiasi Agenda Krusial COP26

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, MA

Dikatakan Laksmi, Pelaksanaan COP26 di Glasgow Inggris ini sangat penting mengingat ini, pertama,  hajat yang tertunda karena pandemi Covid-19, yang semestinya dilakukan pada November 200.

Kedua, persetujuan Paris atau Paris Agreement ini mulai berlaku pada 1 Januari 2021.

Untuk bisa memastikan mengimplementasikan  Paris Agreement dan target-targetnya,   tentu saja dibutuhan kelengkapan pedoman turuan dan aturan implementasinya (Paris Rules Book).

 “Jadi COP 26 ini penting karena inilah waktunya di mana negara-negara pihak dapat menyelesaikan perundingan untuk bisa mendapatkan Paris Rules Book,” tegas Laksmi.

Baca juga: Di COP26 Glasgow, Presiden Jokowi Tegaskan Kerja Nyata Indonesia Bidang LHK

Lebih lanjut Laksmi menjelaskan, sejumlah isu-isu krusial berusaha untuk diselesaikan dalam pelaksanaan COP26 ini.

Pertama, operasionalisasi dari artikel 6  Perjanjian Paris atau Paris Agreement yakni terkait instrument pasar dan nonpasar (market-nonmarket ) atau  carbon pricing pemenuhan Nationally Determined Contributions (NDC) yang berisi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga tahun 2030.

Kedua, lanjut Laksmi, kerangka waktu pelaporan  NDC atau Common Time Frame for NDC. Jadi negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya.

Ada periode waktu apakah 5 atau 10 tahun sekali dan ini yang sedang dirundingkan.

Selanjutnya ketiga, mengenai metodologi. Hal ini terkait bahwa NDC adalah dokumen komitmen, sehingga NDC harus  bisa ditelusuri, atau  di-track dan dilaporkan.

Untuk bisa menelusuri dan melaporkan NDC dibutuhkan kesepakatan, bagaimana format pelaporan elektronik terkait implementasi aksi mitigasi, aksi adaptasi, dan dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan teknologi (Common Reporting Format, Common Reporting Tables). Jika laporannya berbeda-beda, agak sulit disintesakan.

“Keempat,  Global Goal on Adaptation atau kesepakatan untuk mendefinisikan tujuan global adaptasi,” katanya.

Sedangkan isu krusial kelima yakni finance atau pendanaan.  Ini ada dua hal penting dalam kaitan pendanaan.

Pertama, bagaimana kita bisa memastikan rencana rencana atau janji negara maju untuk membantu negara berkembang yang sejak lama dijanjikan tapi belum dipenuhi.

Isu kedua finance, bagaimana kita setting  New Collective Quantified Goal (NCQG) nanti pada 2030-2050 itu berapa sebenarnya dana yang akan dimobilisasi. Karena jika tidak ada target baru yang  kuantitatif, nanti akan sulit mengukurnya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini