TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut saat ini Indonesia tengah mengupayakan pembangunan pabrik obat Covid-19 Molnupiravir.
Hal ini dilakukan demi mempermudah akses distribusi dan penyediaan stok dalam negeri.
Sehingga, Indonesia dapat fokus untuk dapat memproduksi obat daripada harus mengimpor obat terus-menerus.
Hal tersebut disampaikan oleh Luhut dalam konferensi pers Evaluasi PPKM yang disirkan secara virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, (Senin (8/11/2021).
"Mengenai obat (Molnupiravir) ini dan vaksin, pemerintah kita sangat agresif. Saya terlibat di dalamnya dan saya kira pembicaraan dengan Merck maupun dengan Pfizer itu sudah sangat maju."
Baca juga: Soal Biaya Vaksin Booster, Menkes Sebut Anggota DPR dan Peserta BPJS Non-PBI Tak Ditanggung Negara
Baca juga: Menkes Sebut Vaksin Covid-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun Butuh 58,7 Juta Dosis
"Kita berharap bahwa itu harus ada pabriknya dalam negeri. Sehingga kita tidak jadi pengimpor saja, tapi kita menjadi produser," terang Luhut.
Upaya ini dilakukan setelah sebelumnya Indonesia merasa kewalahan karena sulitnya mendapatkan akses Paracetamol dan Astra Zeneca saat terjadi lonjakan di Indonesia.
"Negara sebesar ini jangan tetap menjadi negara pengimpor saja, karena (hanya dengan) impor saja, kita sudah mengalami (kesulitan seperti kasus) kemarin."
"Bagaimana sakitnya kita tidak bisa mendapatkan Paracetamol karena India di blok dan sakitnya bagaimana kita sudah tanda tangan kontrak untuk dapatkan Astra Zeneca kemudian ditahan oleh India."
"Jadi Ini pengalaman pengalaman pahit yang harus kita selesaikan," jelas Luhut.
Baca juga: Kemenkes Diminta Membuka Secara Terang terkait Kebijakan Pengadaan PCR Agar Tidak Dipolitisasi
Oleh karena itu, Luhut berharap para importir yang hidup dengan mengimpor saja dapat berpikir maju ke depan dengan berinvestasi menciptakan industri dalam negeri.
Menkes Jelaskan Jangka Panjang dan Pendek
Dalam menyediakan pengadaan stok obat ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan dua strategi.
"Untuk pengadaan Molnupiravir dari Merck maupun obat dari Pfizer, atas arahan Pak Menko kita lakukan dua strategi."
"Strategi jangka pendek kita ingin datangkan cepat ini, (yakni) impor (obat) dulu agar sebelumnya Nataru sudah ada stoknya."
"Sehingga kalau terjadi (lonjakan) di Nataru, kita sudah siap obatnya," teran Menkes.
Baca juga: PPKM Diperpanjang, Pemerintah Umumkan Penyesuaian Aturan Perjalanan
Sementara itu, jangka menengahnya, pemerintah akan membangun pabrik di Indonesia dengan kerjasama dari perusahaan produsen obat tersebut.
"Soal siapa yang akan kita pilih nantinya (perusahaan produsen) adalah dia harus memberikan komitmen agar dia bangun pabrik di Indonesia."
"Jadi jangka menengah, kita akan memilih nanti perusahaan-perusahaan yang kita impor obat, dan (mereka harus memiliki) komitmen untuk (membangun) pabrik di Indonesi," tambah Budi.
Baik itu pembangunannya dilakukan langsung oleh perusahaan tersebut, maupun dapat bekerjasama dengan sistem sharing dengan perusahaan BUMN atau swasta di Indonesia.
"Yang penting dia (perusahaan produsen obat) bangun pabriknya di Indonesia," kata Menkes Budi.
Dengan demikian, kata Budi, ketahanan dari obat-obatan ini bisa segera tercipta.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)