"Saya sangat menyesalkan bhawa perbedaan cara pandang analisis, sama seperti kami sampaikan dari minggu lalu terhadap data dianggap sebagai berita bohong."
"Sama sekali tidak ada berita bohong, karena kami menyampaikan berdasarkan data dan fakta, bahkan data itu berasal dari Kementerian LHK sendiri," tutur Leonard.
Pihaknya menganalisis ada peningkatan deforestasi berdasarkan data setelah moraturium izin hutan yang baru pada tahun 2011.
Baca juga: PSI Ajak Greenpeace Kolaborasi untuk Selamatkan Lingkungan
Leonard menyebut pihaknya membandingkan tingkat deforestasi hutan dalam kurun 8 waktu, baik sebelum moraturiummaupun sesudah moraturium.
Ternyata dalam hasil analisis, ditemukan adanya peningkatan deforestasi.
"Kami menyampaikan persepsi bahwa kita perlu melihat bahwa ada satu titik 2011 yaitu moraturium izin baru sebagai penanda."
"Dari situ, kemudian kami menganalisis bahwa sebelum moraturium tersebut pada 2003-2011 dan sesudah moraturium 2011-2019 sebenarnya terjadi peningkatan deforestasi."
"2,45 juta hektar sebelum moraturium dan 4,8 juta hektar sesudah moraturium," jelas Leonard.
Baca juga: Mengenal Deforestasi, Laju Penurunan Deforestasi Indonesia serta Penyebab dan Dampaknya
Leonard menekankan temuan analisi pihaknya didapatkan dari data yang valid.
Ia juga membantah pihaknya menganalisis tingkat deforestasi dengan membandingkan masa pemerintahan kabinet yang berbeda.
"Kami tidak menganalisis berdasarkan basis masa pemerintahan, jadi moraturium ditetapkan pak SBY 2011 kemudian diteruskan pak Jokowi bahkan dipermanenkan pak Jokowi, itu merupakan titik penanda yang sah," tuturnya.
Bahkan, kata Leonard, pihaknya sempat berdebat dengan pihak Kementerian LHK soal tingkat deforestasi hutan.
Dari perdebatan itu, memang ada cara pandang analisis yang berbeda antara Greenpeace dengan pemerintah.
"Ya bahwa cara pandangnya berbeda. Kami melihatnya bukan soal prestasi atau tidak prestasi dari pemerintahan ini dan sebelumnya, Pak Jokowi di Glasgow mewakili Indonesia secara keseluruhan."