Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut merespons terkait desakan masyarakat adat Tano Batak melalui Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) kepada Presiden Jokowi untuk mencabut izin PT Toba Pulp Lestari (TPL).
"Masyarakat Toba Sumatera Utara menuntut kepada Presiden Jokowi untuk menutup TPL karena sudah banyak sekali korban yang meluas dari adanya dugaan kasus pelanggaran HAM," kata anggota YLBHI, Fauzi saat konferensi pers Rabu (17/11/2021).
Atas hal tersebut, Fauzi mengatakan, Presiden Jokowi dirasa harus mendengarkan tuntutan dari masyarakat adat Tano Batak tersebut.
Sebab, kata dia, dampak negatif dari beroperasinya PT TPL itu telah menyebabkan kerugian bagi masyarakat sekitar.
Baca juga: Masyarakat Adat Tano Batak Desak Presiden Jokowi Cabut Izin dan Tutup Operasional PT TPL
"Mereka (PT TPL) melanggar HAM sudah sepantasnya Pak Presiden Jokowi untuk mendengarkan jeritan rakyat untuk mendengar permintaan rakyat untuk segera menutup PT TPL ini," tukasnya.
Sebelumnya, puluhan masyarakat adat Tano Batak dari Sumatera Utara mendatangi Jakarta untuk mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencabut dan menutup izin operasi PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Kumpulan masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL tersebut menyatakan, pihak PT TPL telah mengancam kehidupan masa depan masyarakat adat Tano Batak.
"Maksud kedatangan kami kali ini untuk menyampaikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PT TPL sekian puluh tahun kepada Kementerian/Lembaga terkait dan menuntut Presiden Jokowi segera mencabut izin dan menutup PT TPL seperti aspirasi dan tuntutan yang telah kami sampaikan sebelumnya," kata Mersy Silalahi selaku perwakilan warga adat Tano Batak saat konferensi pers secara virtual, Rabu (17/11/2021).
Baca juga: Muhammad Isnur Bicara Pentingnya Paramedia Dalam Debat Terbuka Calon Ketua Umum YLBHI
Mersy mengungkapkan, setidaknya ada 40 orang yang hadir ke Jakarta melalui jalur darat untuk menyampaikan aspirasinya kepada Jokowi.
Hal itu dilakukan, karena pihaknya menilai tidak ada komitmen dan keseriusan dari Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik yang tengah dihadapi pihaknya selama puluhan tahun.
"Tampaknya, aksi jalan kaki yang telah kami lakukan bulan Agustus lalu belum mampu menggugah hati orang nomor satu di Negara ini untuk segera mencabut izin dan menutup PT TPL seperti aspirasi yang telah kami sampaikan langsung ke Presiden di Istana Negara," beber Mersy.
Dia menjabarkan, aksi serupa pernah juga dilakukan oleh Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL ini pada Agustus lalu, dan pada saat itu, kata Mercy, Presiden Jokowi berjanji akan mengurusi permasalahan ini dalam waktu satu bulan.
Kendati begitu, hingga kini baik dari Presiden Jokowi maupun Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar belum juga menyelesaikan sengkarut yang dinilai merugikan masyarakat adat Tano Batak itu.
Baca juga: Pesan Jokowi kepada Kepala BNPB yang Baru: Ini Musim Bencana, Harus Segera Bekerja
Atas hal itu, Mercy mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintahan saat ini, dan akhirnya kembali melakukan aksi serupa pada Rabu (17/11/2021).
"Sebab itu, kami meminta keseriusan Presiden Jokowi untuk segera menanggapi aspirasi kami, karena terlalu banyak kerusakan lingkungan dan praktek perampasan tanah dengan dalih klaim kawasan hutan yang telah menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat adat Tano Batak," tukasnya.