TRIBUNNEWS.COM - Fenomena Puncak Hujan Meteor Leonid terjadi pada 18 November 2021 dan hari ini, Jumat 19 November 2021.
Hal tersebut diinformasikan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN melalui laman resminya.
Hujan meteor Leonid berasal dari sisa debu komet 55P/Temple-Tuttle yang mengorbit Matahari dengan periode 33,3 tahun dan merupakan salah satu di antara beberapa hujan meteor lain yang dinantikan setiap tahun, selain Geminid, Lyrid, Perseid, dan Orionid.
Leonid dapat disaksikan sejak pukul 00.30 waktu setempat hingga akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbit Matahari) dari arah timur-timur laut hingga utara-timur laut.
Intensitas maksimum hujan meteor ini berkisar 11-14 meteor per jam untuk wilayah Indonesia.
Baca juga: Fenomena Astronomis Bulan November 2021: Ada Fenomena Matahari Tepat di Atas Kabah
5 Fakta Hujan Meteor Leonid
1. Berasal dari rasi Leo
Mengutip LAPAN, astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo menjelaskan, hujan meteor Leonid mendapatkan namanya karena seolah-olah berasal dari satu titik dalam rasi Leo (Singa).
2. Terjadi Sepanjang November
Untuk diketahui, hujan meteor Leonid ini berlangsung pada tanggal 6 hingga tanggal 30 setiap tahunnya, dengan kata lain yang terjadi sepanjang malam bulan November setiap tahunnya.
Sebab, setiap kali komet Tempel-Tuttle melintas di dekat Bumi, orbitnya akan bergeser secara bertahap dari waktu ke waktu akibat gangguan gravitasi Jupiter.
Sehingga terdapat aneka lintasan remah-remah debu dan pasir yang disemburkan komet ini di langit.
Bumi melintasi aneka lintasan tersebut dalam selang waktu antara tanggal 6 hingga 30 November.
Hujan meteor akan terjadi selama sebulan setiap tahunnya di bulan November, tetapi intensitas curah hujan meteor terbesar yang terjadi sekitar tanggal 17 dan 18.
3. Bersumber dari komet Tempel-Tuttle
Hujan meteor ini bersumber dari remah-remah debu dan pasir yang mengomet Tempel-Tuttle yaitu komet periodik dengan periode 33 tahun.
Meteor-meteor dalam hujan meteor ini dikenal memiliki kecepatan tertinggi di antara benda-benda langit anggota tata surya lainnya, yakni 72 km/detik relatif terhadap Bumi.
Akibatnya, walau ukuran partikelnya kecil atau umumnya di bawah 5 mm, mengakibatkan atmosfer mengakibatkan terbakar, sehingga tampak seperti bintang jatuh.
Berdasarkan resmi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), saat di puncak aktivitasnya, jumlah meteor Leonid yang memasuki atmosfer bumi diperkirakan bisa mencapai 500 per jam. Namun,
4. Bisa dilihat dengan mata telanjang
Di seluruh tempat di Indonesia bisa menyaksikan hujan meteor Leonid ini, dengan syarat langit cerah, bebas polusi cahaya, dan berada di tempat gelap seperti pinggir kota atau lebih baik pedesaan.
"Menyaksikan hujan meteor ini sebaiknya dengan menggunakan mata telanjang saja," kata dia.
Perangkat fotografi sebenarnya tidak boleh digunakan, tetapi umumnya membutuhkan perangkat kamera sekelas DSLR dengan pengaturan tertentu yang agak sulit.
Anda dapat mencoba mengamati hujan meteor Leonid ini mulai dari tengah malam hingga fajar, dengan titik radian berada di belahan langit utara.
5. 33 tahun sekali terjadi badai
Dijelaskan Marufin, hujan meteor Leonid adalah hujan meteor yang terkenal karena memproduksi badai meteor, dengan intensitas lebih dari 1.000 meteor perjam setiap 33 tahun sekali.
Untuk diketahui, meteor-meteor Leonid semula merupakan meteorid-meteorid yang berasal dari remah-remah debu dan pasir yang dibagikan oleh komet Tempel-Tuttle.
"Komet ini memiliki periode 33 tahun," ujarnya.
Sehingga secara sederhana setiap 33 tahun terdapat pasokan baru sumber meteorid Leonid ini.
Apalagi jika dikombinasikan dengan pengaruh gravitasi Jupiter, inilah yang menyebabkan terjadinya badai meteor setiap rata-rata 33 tahun sekali.
(Tribunnews.com/Widya)