Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan angkat bicara soal heboh upah minimum Indonesia yang disebut ketinggian.
Awalnya, pernyataan soal upah minimum ketinggian diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Pernyataan tersebut menjadi heboh di media sosial dan netizen banyak yang memprotes pernyataan tersebut.
Banyak netizen yang mengatakan upah minimum saat ini justru masih terlalu rendah.
Staf Khusus Menaker Dita Indah Sari menjelaskan pernyataan Menaker yang menyebutkan upah minimum terlalu tinggi komparasi atau pembandingannya adalah nilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
“Jadi begini, ketika Ibu (Menaker) mengatakan upah minimum yang ada ketinggian, itu bukan menganggap bahwa pekerja itu sah pekerja mendapatkan upah lebih rendah. Ketinggian itu, komparasinya kalau dilihat dari nilai produktivitas, produktivitas kan kemampuan kita bekerja efektif dan efisien," kata Dita kepada wartawan, Jumat (19/11/2021).
Baca juga: Tolak Upah Minimum Tahun 2022, Puluhan Ribu Buruh Siap Turun ke Jalan pada 28 November
Dita menyebutkan nilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia sebetulnya masih cenderung rendah dibandingkan dengan upahnya.
Dia mengatakan nilai efektivitas tenaga kerja di Indonesia itu masuk ke dalam urutan ke 13 di Asia.
"Baik jam kerjanya, maupun tenaga kerjanya, ini umum secara nasional. Komparasinya ketinggian itu dengan itu, bukan berarti semua orang layak dikasih gaji kecil," ucapnya.
Datanya, menurut Dita dari sisi jam kerja saja, di Indonesia sudah terlalu banyak hari libur bagi pekerja.
Baca juga: Upah Minimum Pekerja Tahun 2022 Naik 1,09 Persen, Ini Besaran UMP di 6 Daerah Indonesia
Bila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara saja, jumlah hari libur di Indonesia masih terlalu banyak.
"Dari segi jam kerja dan jumlah libur kita ini gede, banyak," ujar Dita.
Sebagai contoh bila dibandingkan dengan Thailand saja, jam kerja di Indonesia lebih sedikit di tiap minggunya.