News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mafia Tanah

Kasus Mafia Tanah Bisa Terjadi karena Ada Celah, Jangan Pernah Melepaskan Sertifikat kepada Siapapun

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

YouTube TS Media/Tangkapan Layar

Selain itu, para mafia tanah banyak menyasar tanah-tanah yang tidak dirawat atau tidak ditinggali.

Oleh karenanya, Yayat menyarankan agar pemilik tanah untuk selalu menjaga dan merawat tanah yang mereka miliki.

"Jangan pernah melepaskan sertifikat kepada siapapun, apapun alasannya. Kalau sertifikat sudah dilepas, susah ke depannya. Sekali lagi jangan mudah percaya pada orang lain, kasus Nirina itu juga karena kebiasaan mempercayakan asisten untuk bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Jadi dia tahu lokasi tanahnya dan bangunannya," kata Yayat.

"Sertifikat itu baiknya dikumpulkan di rumah. Tapi tanahnya juga harus dijaga, dirawat, atau ditinggali. Kalau tidak, itu mudah dimanfaatkan para mafia tanah," imbuhnya.

Pakar kebijakan publik Trubus Rahadiansyah melihat maraknya praktik mafia tanah sangat berkaitan dengan aturan dan kebijakan pertanahan yang belum memadai dan cenderung masih konvensional di Indonesia.

Imbasnya aturan dan kebijakan tersebut belum mengakomodasi atau belum bisa mencegah modus-modus baru kejahatan pertanahan.

Tumbuh suburnya mafia tanah juga dikarenakan faktor tidak sinkronnya aturan antarlembaga terkait pertanahan.

"Menurut saya, penegakan hukum saja tidak cukup untuk memberantas (mafia tanah). Aturan di tingkat kelurahan berbeda, kecamatan juga, di BPN nanti juga berbeda. Nah ini juga menjadi celah. Belum lagi ada oknum-oknum yang bermental mafia di dalamnya, lengkap sudah," kata Trubus.

Senada, Direktur Eksekutif Lokataru Iwan Nurdin menyebut kasus-kasus ini terjadi karena adanya persekongkolan di sektor terkait urusan pertanahan, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), pemerintahan di desa, pemodal, kelompok preman, hingga aparat penegak hukum.

"Jadi itu adalah satu sirkulasi permainan, mereka ini satu kolaborasi dalam menjalankan prakiek mafia tanah. Kehilangan tanah semacam Nirina Zubir itu praktek mafia tanah kelas biasa banget," ujar Iwan.

"Malah ada praktik mafia tanah yang jauh lebih besar yang sampai sekarang nggak pernah diberantas. Jadi praktik-praktik itu kenapa nggak bisa diselesaikan ya karena sudah kolaborasi dengan aparat penegak hukum juga. Jadi praktik itu bisa terus berjalan," katanya.

Baca juga: Eks ART Hidup Mewah, Nirina Zubir Sakit Hati, Sebab Ibunya Belum Nikmati Hasil Jerih Payahnya

Menyikapi adanya persekongkolan dalam praktek mafia tanah, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Suparji Ahmad menyebut pemberian sanksi administratif menurutnya tidak cukup apabila melihat dampak atau kerugian yang ditimbulkan.

Dia pun mendorong agar setiap pelaku kejahatan ini tak hanya dibawa ke ranah administratif melainkan pidana juga.

"Yang perlu dilakukan adalah membawa setiap pihak yang terlibat ke ranah pidana, bukan lagi ranah administratif. Jika ditemukan gratifikasi, suap atau hal lain maka tindak tegas saja tanpa kompromi. Seret ke pidana dengan memperhatikan unsur-unsur pidana pula," kata Suparji. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini