TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko diusir massa Aksi Kamisan yang menolak Festival Hak Asasi Manusia di Kota Semarang pada Kamis (18/11/2021).
Moeldoko awalnya menghadiri Festival HAM di Hotel PO Jalan Pahlawan Kota Semarang.
Dia kemudian mendatangi unjuk rasa di seberang Hotel PO, namun diusir.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Varhan Abdul Azis, menyesalkan hal itu.
Ia menyayangkan para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tengah berunjuk rasa soal kebebasan, justru melarang berbicara dengan membungkam Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko.
Baca juga: Diusir Pendemo saat Aksi Kamisan di Semarang, Moeldoko: Itu Hal Biasa, Saya Hormati dan Hargai
Dia mengatakan, sulit dirinya membayangkan perilaku seperti itu akan dilakukan seorang aktivis HAM.
Pasalnya, kata Varhan, seseorang yang mengaku diri sebagai aktivis seharusnya memahami dengan jelas apa yang menjadi tanggung jawab sejelas apa pula yang menjadi haknya.
“Ini persoalan dasar, sangat basic dalam pemahaman hak-hak manusia, bahwa hak pribadi kita itu berbatasan dengan kewajiban yang menanti kita untuk menghormati dan memenuhinya,” kata Varhan.
Itulah sebabnya, lanjutnya, para aktivis sangat tahu betul apa yang mendasari hak-hak mereka, termasuk hak berbicara, yakni kewajiban untuk mau mendengarkan pula apa yang menjadi hak orang lain untuk dikemukakan.
Varhan menunjuk perkataan filsuf Prancis, Voltaire, yang sering dikutip untuk menegaskan bahwa setiap orang seharusnya punya kewajiban untuk menghormati hak berbicara orang lain.
“Para aktivis sering mengutip Voltaire yang berkata 'Saya tidak setuju pendapatmu, tapi akan saya bela mati-matian hakmu untuk berpendapat'," kata Varhan mengutip Voltaire.
“Jadi, apa yang dilakukan para aktivis di Taman Signature itu membuat orang sangsi, benarkah mereka aktivis sebagaimana apa yang mereka akui?” kata dia.
Persoalannya, sambungnya, ungkapan Voltaire itu hal yang sangat mendasar, yang dipelajari para aktivis di masa-masa awal aktivisme.
Untuk itu, Varhan mendorong para aktivis tersebut untuk lebih banyak lagi membaca segala literatur dan merenungkannya.