News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Upah Minimum Pekerja 2022

Aksi Tolak UMP, DPR: Buruh Harusnya Pahami Situasi Masih Pandemi

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aliansi buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (29/11/2021). Aksi tersebut untuk menuntut Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden mengenai kenaikan upah minimum (UMP) 2022 usai Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan menuntut kenaikan upah secara nasional rata-rata antara 10 sampai 15 persen melalui Keputusan Presiden atau Kepres. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buruh-buruh yang protes penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 diminta memahami kondisi saat ini yang masih dilanda pandemi Covid-19. 

Buruh dinilai perlu diberikan penjelasan mengenai kondisi saat ini.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menilai bisa memahami jika tuntutan kenaikan UMP itu dilakukan saat kondisi negara normal. 

"Tetapi karena situasi saat ini adalah pandemi, kondisi saat ini adalah perang melawan Covid-19, musuh yang tidak kelihatan dan dampaknya ke semua kehidupan, termasuk ke ekonomi," kata Rahmad Handoyo kepada wartawan, Selasa (30/11/2021).

Dia mengatakan sudah banyak industri yang kolaps dalam masa pandemi ini. 

Mulai dari industri besar, sedang, dan mikro sudah mengalami dampak signifikan dari pandemi Covid-19.

"Banyak yang sudah PHK, banyak yang sudah tutup, ya dipahamilah ketika pandemi daya beli masyarakat internasional juga turun, pasarnya juga mengalami depresiasi, pasar ekspor impornya juga mengalami kendala, sehingga wajar pemasaran juga tergerus, pendapatan juga tergerus, bahkan ancaman dan sudah terancam, dan sudah ada yang kolaps itu banyak," tuturnya.

Sehingga, kata dia, para pengusaha masih bisa bersyukur bertahan di masa pandemi Covid-19. 

"Saya kira kita harus pahami, kalau pemerintah kan pasti akan berdiri di dua sisi, di tengah ya, karena antara pengusaha dengan pekerja juga aset bangsa dalam rangka untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan kesejahteraan Indonesia yang adil dan makmur," imbuhnya.

Namum demikian, dia kembali mengingatkan bahwa kondisi negara saat ini sedang perang melawan pandemi Covid-19.

 "Saya kira langkah yang sudah diputuskan oleh pemerintah saya kira harus kita pahami. Karena apa? Kalau kondisi normal bolehlah kita mengharapkan kenaikan antara 5-10 persen hal yang sangat wajar, tapi ketika pendapatannya mengalami penurunan, kemudian disamaratakan, dinaikkan, sedangkan banyak pengusaha yang tutup itu harus kita pahami juga," katanya.

Baca juga: Sambut Janji Anies, Buruh Nyanyi dan Joget Diiringi Lagu Superman Is Dead - Jika Kami Bersama

Maka itu dia menilai apa yang sudah diputuskan pemerintah terkait UMP itu harus direspons dengan kepala dingin.

Hal senada juga dikatakan oleh Anggota Komisi IX DPR RI Abidin Fikri.

"UMP itu kan sudah ada rumusnya ya. Oleh karena itu saya kira harus didialogkan sedemikian rupa karena memang kondisi saat ini kondisi ekonomi yang semacam mungkin ada pertimbangan-pertimbangan khusus ya," kata Abidin Fikri secara terpisah.

Dia optimistis persoalan itu masih bisa dibicarakan. "Tapi di sisi lain kan dunia kerja kita sekarag kan belum begitu bangkit, kira-kira harus ada keseimbangan lah ya, antara keinginan dari buruh dengan kondisi ekonomi kita yang sekarang ini," kata Abidin.

Kemudian, kata dia, persaingan dunia usaha ini harus dikaitkan juga dengan negara-negara lain. "Kalau industrinya kita melemah tentu, industri tidak berkembang tentu implikasinya kepada buruh kan," tuturnya.

Buruh diminta mengenai dengan kebijakan yang diambil pemerintah. "Memang kondisinya sulit," pungkasnya.(Willy Widianto)
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini