TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (IEW) sebagai tersangka.
Isnu menyandang status tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional (e-KTP).
"Tim penyidik mengagendakan pemeriksaan tersangka IEW, mantan Direktur Utama PNRI sebagai tersangka," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (1/12/2021).
Baca juga: KPK Terima 7.709 Laporan Gratifikasi Senilai Rp171 Miliar Mulai 2015 sampai 2021
Baca juga: Kejagung Periksa Dua Mantan Direktur PT AMU Terkait Dugaan Kasus Korupsi
Tak hanya Isnu, penyidik turut menjadwalkan pemeriksaan saksi bagi tersangka lainnya dalam kasus e-KTP ini, yaitu Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS).
Adapun identitas saksi yang akan diperiksa antara lain, Pauline Tannos, PT Cahaya Mulia Energi Konstruksi; Wahyudin Bagenda, Direktur Teknologi dan Informasi BPJS Kesehatan/ mantan Direktur Utama PT LEN Industri; dan Rini Winarta, PT Cahaya Mulia Energi Konstruksi.
"Tim penyidik juga telah menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi untuk tersangka PLS," kata Ali.
Baca juga: Lagi Diksar Menwa Makan Korban, Kali Ini Mahasiswi UPN Veteran Jakarta, Kampus Didemo Mahasiswa
Baca juga: Tiba di Polda Metro, Jerinx Ditemani Nora Jelang Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti ke Kejaksaan
Diketahui dalam proyek e-KTP, Isnu juga merupakan Ketua Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
Isnu bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Tiga tersangka lainnya, yakni mantan Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF), Anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S. Hariyani (MSH), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS).
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Adapun peran dari tersangka Isnu disebut bahwa pada Februari 2011 setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang e-KTP, pengusaha Andi Agustinus dan tersangka Isnu menemui mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium apat memenangkan proyek e-KTP.
Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI.
Kemudian tersangka Isnu, tersangka Paulus, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI.
Baca juga: Usut Korupsi e-KTP, KPK Periksa Direktur PT Extensa Winaya Fakta
Selanjutnya, pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan e-KTP.
Pada pertemuan selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di konsorsium PNRI.
Andi Agustinus, Paulus, dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan konsorsium PNRI maka ada komitmen fee untuk pihak di DPR RI, Kemendagri, dan pihak lain.
Tersangka Isnu juga sempat menemui tersangka Husni untuk konsultasi masalah teknologi dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik e-KTP pada 2009.
Tersangka Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun.
Pada 30 Juni 2011, Konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan e-KTP Tahun Anggaran 2011-2012.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek e-KTP tersebut.