TRIBUNNEWS.COM - Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut terdakwa perkara dugaan korupsi Asabri, Heru Hidayat dengan pidana hukuman mati.
Tuntutan tersebut menyita perhatian pakar hukum hingga peneliti.
Di antaranya beranggapan bahwa tuntutan jaksa tidak tepat.
Hingga ada yang menyebutnya berlebihan.
Baca juga: Tuntutan Hukuman Mati Terhadap Heru Hidayat Dinilai Keliru
Seperti diberitakan, Heru Hidayat dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021).
Pembacaan tuntutan dilakukan atas kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
Penjatuhan tuntutan ini juga dilayangkan jaksa mengingat karena Heru juga merupakan terpidana pada kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya yang telah merugikan negara Rp 16 Triliun, di mana dia divonis hukuman seumur hidup.
Tak hanya menjatuhkan tuntutan hukuman pidana, jaksa juga menuntut Heru untuk membayar uang pengganti yang telah dinikmati atas perbuatannya yakni senilai Rp 12,6 Triliun.
Berikut pendapat para ahli terkait tuntutan hukuman mati yang dilayangkan jaksa kepada Heru hidayat:
1. ICW Sindir Kasus Pinangki
Tribunnews.com memberitakan, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memberikan kritikan kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung yang menuntut pidana hukuman mati kepada Presiden Direktur PT Trada Alam Minerba Heru Hidayat.
Heru adalah terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT Asabri (Persero),.
Menurut Kurnia, hukuman mati bukan merupakan jenis pemidanaan yang ideal bagi pelaku korupsi.
“ICW beranggapan hukuman mati bukan merupakan jenis pemidanaan yang ideal bagi pelaku korupsi,” ujar Kurnia kepada wartawan, Rabu (8/12/2021).