Penyusunan perjanjian tersebut bermula ketika Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sidangnya yang ke-55 melalui Resolusi Nomor 55/61 pada tanggal 6 Desember 2000 memandang perlu dirumuskannya instrumen hukum internasional terkait antikorupsi secara global.
Instrumen hukum internasional tersebut diperlukan untuk menjembatani sistem hukum yang berbeda dan sekaligus memajukan upaya pemberantasan korupsi secara efektif.
Untuk tujuan tersebut, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Barlgsa membentuk komite Ad Hoc yang bertugas merundingtan draf perjanjian.
Komite Ad Hoc yang beranggotakan mayoritas negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa memerlukan waktu hampir 2 tahun untuk menyelesaikan pembahasan tersebut.
Baca juga: Kumpulan Ucapan dan Link Twibbon Hari Antikorupsi Sedunia 2021: Dapat Dibagikan di Sosial Media
Peraturan Pemberantasan Korupsi pada Masa Orde Baru di Indonesia
Dikutip dari laman ACCH, pada masa orde baru, pemerintahan Soeharto mengeluarkan UU No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Aturan ini menerapkan pidana penjara maksimum seumur hidup serta denda maksimum Rp 30 juta bagi semua delik yang dikategorikan korupsi.
Berikut ini beberapa peraturan yang terbit di masa Orde Baru berkaitan dengan pemberantasan korupsi:
- GBHN Tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan Negara;
- GBHN Tahun 1978 tentang Kebijakan dan Langkah-Langkah dalam rangka Penertiban Aparatur Negara dari Masalah Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan Pemborosan Kekayaan dan Kuangan Negara, Pungutan-Pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan Lainnya yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan;
- Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi;
- Keppres No. 52 Tahun 1971 tentang Pelaporan Pajak Para Pejabat dan PNS;
- Inpres Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.