TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim turut menanggapi adanya kasus pemerkosaan yang menimpa 12 orang santri di Bandung, Jawa Barat.
Satriawan mengatakan P2G mengecam keras aksi pemerkosaan tersebut dan berharap pelaku bisa diberikan hukuman maksimal atas perbuatannya.
Berdasarkan catatan P2G, Satriawan menyebut sepanjang 2021 ada sebanyak 27 kasus kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan berbasis agama.
Kasus kekerasan seksual tersebut pun tersebar di 27 kota dan kabupaten yang ada di Indonesia.
"Dalam catatan P2G, selama 2021 ini ada 27 kasus yang berasal dari 27 kota atau kabupaten kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama. "
"Artinya di madrasah, pesantren dan satuan pendidikan agama lainnya. Ini diluar sekolah ya, diluar perguruan tinggi," kata Satriawan dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (11/12/2021).
Baca juga: Kejaksaan Pastikan Istri Herry Wirawan Tidak Terlibat Terkait Kasus Rudapaksa Belasan Santri
Desak Menteri Agama Buat Peraturan Menteri
Menanggapi banyaknya kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama, Satriawan pun mendesak Menteri Agama membuat peraturan menteri.
Terutama tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan berbasis agama.
"Kami berharap Menteri Agama mengeluarkan peraturan menteri tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual disatuan pendidikan berbasis agama," imbuhnya.
Diharapkan dengan adanya peraturan Menteri Agama tersebut, orang tua, guru, peserta didik, serta masyarakat bisa memiliki pengetahuan terkait kekerasan seksual.
Baca juga: Orangtua Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren Jatuh Sakit Saat Tahu Anaknya Hamil
Seperti bagaimana pencegahan terjadinya kekerasan seksual dan apa yang harus dilakukan kepada anak jika menjadi korban kekerasan seksual.
"Agar orangtua, guru atau pengasuh, peserta didik, bahkan masyarakat bisa memiliki pengetahuan bagaimana mencegah kekerasan seksual di satuan pendidikan ini."
"Kemudian saat sudah terjadi, bagaimana untuk menanggulanginya, apa yang harus dilakukan kepada korban, anak atau peserta didik," pungkasnya.
Baca juga: Selain Pidana, KPAI Desak Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri Diberi Hukuman Kebiri
Korban Guru Agama Herry Wirawan Berjumlah 21 Santri
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut mengungkapkan data terbaru mengenai jumlah korban guru pesantren Herry Wirawan.
Berdasarkan data P2TP2A, jumlah terbaru korban predator seks Herry Wirawan berjumlah 21 santri.
Para korban tersebut bukan hanya warga Garut. Korban ada juga yang berasal dari daerah lain.
Saat ini korban ada yang sedang hamil maupun sudah melahirkan.
Baca juga: DPR: Tak Ada Toleransi, Hukuman Berat kepada Guru Pelaku Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung
Khusus korban asal Garut, yang sudah melahirkan sebanyak delapan orang.
Semuanya tinggal dengan orang tuanya dan mendapatkan pendampingan dari tim P2TP2A Garut.
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut Diah Kurniasari mengatakan, pihaknya tengah melakukan pendampingan terhadap 11 santriwati warga Garut, korban tindak asusila seorang guru pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat.
Agar tidak mengalami trauma berkepanjangan sehingga tetap memiliki semangat hidup.
Baca juga: Singgung Kasus Rudapaksa Santri, Ini Kata Komika Bintang Emon Tentang Kelakuan Pelaku
"Mereka sudah dalam pendampingan kami, sekarang mereka sudah dengan orang tuanya," kata Diah dilansir dari Antara.
Diah mengaku sudah beberapa kali datang melakukan pendampingan.
"Apabila ada yang tidak sanggup mengurusnya, kami coba menawarkan untuk dirawat oleh kami," katanya.
Ia mengungkapkan, kasus tersebut berhasil terungkap setelah ada orang tua korban yang melaporkannya ke polisi, kemudian diproses hingga pelakunya diadili.
Baca juga: Ini Kelakuan Guru Rudapaksa Santri: Eksploitasi Bayi hingga Rampas Dana Bantuan Pendidikan Santri
"Hingga saat ini, upaya pendampingan masih terus berjalan berupa pendampingan korban dalam menghadapi persidangan," katanya.
Dia menyampaikan selain melakukan pendampingan kesehatan dan hukum, pihaknya berusaha membantu korban yang masih usia sekolah untuk bisa kembali sekolah maupun melanjutkan kuliah.
Selama itu, lanjut dia, tim dari P2TP2A Garut akan terus menjalin komunikasi dengan orang tua korban dan memantau langsung setiap perkembangan korban.
"Meski para korban telah kembali ke rumahnya masing-masing dan tinggal bersama orang tuanya, pemantauan para korban terus dilakukan lewat komunikasi dengan orang tua korban dan korban," kata Diah.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)