Upaya mendeteksi varian Omicron secara teknis, ujar Tonny, bisa diupayakan lewat whole genome sequencing (WGS), yang cukup memakan waktu dan relatif mahal.
Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Unair, Ni Nyoman Tri Puspaningsih menyarankan upaya deteksi varian Omicron bisa menggunakan upaya genotyping agar lebih cepat dan lebih terjangkau dari sisi biaya.
Ni Nyoman menyambut baik kebijakan yang menerapkan genome surveillance skala nasional yang dilakukan pemerintah.
Menurut Ni Nyoman, dari hasil pendeteksian yang dilakukan terhadap ribuan sampel sampai hingga hari ini belum menemukan varian Omicron di Indonesia.
Guru Besar FKUI - Direktur Penyakit Menular WHO SEARO 2018-2020, Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, sejumlah penelitian belum bisa memastikan bahwa dampak varian Omicron benar-benar ringan, karena jumlah kasus yang ada belum bisa digunakan untuk menjadi dasar kesimpulan berat atau ringannya dampak varian Omicron tersebut.
Untuk pencegahan penyebaran varian Omicron, Tjandra Yoga menyarankan untuk melakukan pendekatan mitigasi risiko yang berlapis dengan “retrospective screening” pada orang yang datang dari negara terjangkit sebelum 29 November 2021.
"Peningkatan surveilans dan sequencing, bukan hanya pada pendatang tapi juga pada masyarakat luas," ujar Tjandra.
Selain itu, tambahnya, penyelidikan lapangan dan penilaian laboratorium untuk lebih memahami kemungkinan dampak dari varian baru ini.
Terpenting, menurut Tjandra, upaya pembatasan sosial tetap dilakukan lewat kebijakan PPKM berlevel dan disiplin memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, dan menghindari kerumunan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti berpendapat, kemampuan para pakar melakukan deteksi keberadaan varian-varian baru dari Covid-19 sangat penting untuk mendukung langkah pengendalian penyebaran virus korona di tanah air.
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho menegaskan literasi kesehatan sangat penting di masa pandemi ini, karena misinformasi dapat berdampak buruk bagi upaya penanggulangan pandemi.
"Misinformasi terkait Omicron akan jauh lebih cepat menyebar dampaknya dibandingkan virusnya sendiri," pungkas Septiaji.