Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Subardi, mengungkap soal sejumlah poin yang mengemuka dalam pembahasan RUU Penyadapan yang digagas komisinya.
Poin tersebut antara antara lain jangka waktu penyadapan dan mekanisme penyadapan melalui izin Pengadilan Negeri.
Menurutnya, RUU inisiatif DPR itu harus berbasis perlindungan hak privasi dalam kerangka Hak Asasi Manusia (HAM).
“Saya setuju penyadapan dibutuhkan dalam upaya penegakan hukum. Tetapi penyadapan memiliki batasan. Tidak boleh ada abuse of power,” kata Subardi dalam Focus Group Discussion Komisi III DPR bertajuk Urgensi RUU Penyadapan dalam Sistem Penegakan Hukum di Jakarta, seperti dalam keterangan yang diterima, Jumat (17/12/2021).
Subardi menilai, konstitusi Indonesia menekankan kepada aspek perlindungan terhadap warga negara.
Baca juga: Komisi III Usul 14 Poin Penyempurnaan dalam RUU Kejaksaan, Termasuk Kewenangan Penyadapan
Akan tetapi, menurutnya, konstitusi juga membatasi hak-hak warga negara, berkaitan dengan ketertiban umum, berbangsa dan bernegara, yakni perlindungan hak privasi dalam kerangka HAM.
Hal ini akan membentuk penyadapan sesuai dengan prinsip kehati-hatian, moral dan pertanggungjawaban.
“Soal hak berkomunikasi sebagai objek penyadapan, memang menjadi hak privasi yang wajib dilindungi. Tetapi hak ini masuk dalam kategori derogable rights atau hak-hak yang dapat dikurangi atau dikesampingkan (demi hukum) dalam keadaan tertentu,” ujarnya.
Dia menambahkan penyadapan dalam penegakan hukum mutlak dibutuhkan, mengingat tren kejahatan meningkat dan modusnya kian canggih.
Baca juga: Tak Masalah Kewenangan Dewas KPK Soal Izin Penggeledahan dan Penyadapan Dicabut
Dalam kasus terorisme, dia menyebut penyadapan sangat dibutuhkan untuk mencegah aksi-aksi kejam para teroris.
"Demikian halnya dengan intelijen. Fungsi intelijen akan berjalan efektif dengan penyadapan yang akurat. Segala bentuk kegiatan yang mengancam ideologi dan keamanan negara dapat dicegah sebelum memicu gesekan sosial," ujarnya.
“Hemat saya, penyadapan berguna untuk investigasi kejahatan atau sebagai alat deteksi kejahatan (pencegahan). Fungsi intelijen juga bergantung pada penyadapan. Tetapi sekali lagi, penyadapan harus berbasis HAM,” ujar Subardi.
Untuk kewenangan penyadapan, dia mengusulkan agar tidak berubah sebagaimana diatur dalam undang-undang eksisting, yakni penyidik di lembaga penegak hukum (Polri, Kejaksaan, KPK dan BNN). Sedangkan di luar itu, undang-undang memberi kewenangan kepada Badan Intelijen Negara.
Baca juga: MK Kabulkan Sebagian Uji Materi UU KPK Baru: Penyadapan dan Penggeledahan Tak Perlu Izin Dewas
“Pihak yang berwenang menyadap kemungkinan tetap sama. Tetapi mekanismenya akan diperbaiki. Ada yang seizin pengadilan dengan jangka waktu tertentu. Tetapi khusus KPK tidak perlu. Ini sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bulan Mei yang lalu,” katanya.
Sebagai informasi, RUU Penyadapan merupakan tindak lanjut dari putusan MK atas uji materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2016.
MK menilai pengaturan penyadapan masih tersebar di beberapa undang-undang, sehingga diperlukan aturan khusus mengenai penyadapan.