TRIBUNNEWS.COM - Kasus kekerasan seksual beberapa waktu ini kerap muncul di permukaan.
Seperti kasus guru pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, bernama Herry Wirawan alias HW, yang merudapaksa 12 santrinya sendiri.
Atau kasus rudapaksa lain yang masih ditemukan di tengah masyarakat.
Lantas, apa saja pasal yang bisa dijerat bagi pelaku yang merudapaksa anak?
Baca juga: Ayah Tega Rudapaksa Anak Kandung hingga Hamil 5 Bulan, Pelaku Ditangkap saat Digebuki Warga
Advokat Taufiq Nugroho menuturkan kategori anak itu adalah orang di bawah 18 tahun.
Setidaknya, ada tiga pasal yang bisa dijerat bagi pelaku pemerkosaan sesuai kondisi tertentu.
Pertama, ada pasal 285 KUHP tentang tindak kejahatan pemerkosaan.
"Ada pasal berlapis yang bisa digunakan. Pertama, pasal 285 KUHP ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," tutur Taufiq dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (13/12/2021).
Baca juga: Korban Rudapaksa Herry Wirawan Bersedia Bertemu dengan KPAID: Ini Hasil Pembicaraannya
Selain itu, bisa juga dikenakan pasal 76 D UU Perlindungan Anak.
Adapun bunyi pasal 76 UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
"Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain."
Ancaman hukuman penjara dari perbuatan rudakpasa kemudian diatur dalam pasal 81 UU Perlindungan.
"Bisa dipidana minimal lima tahun maksimal 15 tahun atau denda Rp 5 miliar," tutur dia.
Selain Pidana, Ada Hukuman Kebiri
Tak hanya pidana, ada hukuman lain yang bisa diberikan ke pelaku, yakni hukuman kebiri kimia.
Pelaksanaan hukuman kebiri itu diatur dalam PP Nomor 70 tahun 2020.
Advokat Taufiq Nugroho menjelaskan hukuman kebiri bisa dijatuhkan pada pelaku apabila memenuhi kriteria.
Pertama, korban kekerasan seksual haruslah anak di bawah umur 18 tahun.
Kemudian, pelaku ternyata sebelumnya pernah menjalani hukuman atas perkara kekerasan seksual juga.
Baca juga: Muncul Desakan Hukuman Kebiri untuk Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santri, Ini Kata Kejaksaan
Kebiri juga bisa dijerat pada pelaku yang melakukan kekerasan seksual lebih dari 1 anak.
"Korbannya anak dan syarat juga pernah dihukum dalam perkara yang sama, pernah melakukan kekerasan seksual atau korbannya melebih dari satu, " jelas Taufiq.
"Meskipun dia baru pertama kali melakukan ini (kejahatan seksual), tapi korbannya lebih dari satu. Bisa dikenakan dengan hukuman kebiri ini," tambah dia.
Taufiq menjelaskan hukuman kebiri di Indonesia bukan lah seperti memotong alat vital pelaku.
Namun, kebiri dilakukan dengan cara menyuntikkan zat kimia yang membuat pelaku kehilangan rasa nafsu dan hasrat seksualnya.
"Kebiri di Indonesia itu memberikan zat kimia ke dalam tubuh seseorang yang terbukti tindak pidana kekerasan seksual pada anak."
"Diberi zat kimia, hasratnya nafsunya seakan-akan sudah tidak ada," kata Managing Partner Taufiq Nugroho and Partners itu.
Baca juga: Sederet Desakan Berbagai Pihak Minta Herry Wirawan Dihukum Kebiri Imbas Rudapaksa 12 Santri
Selain itu, kebiri kimia ini hanya dilakukan dalam jangka waktu maksimal dua tahun saja sejak putusan ditetapkan.
Sehingga, jika dalam dua tahun setelah itu tidak dilakukan kembali dilakukan kebiri kimia, hasrat seksual pelaku bisa saja kembali.
"Tetap dimungkinkan untuk reporduksi lagi, dalam PP Nomor 70 tahun 2020, aturan pelaksanaan kebiri hanya diberikan maksimal dua tahun."
"Sangat mungkin saat obat enggak disuntikkan lagi, itu kembali normal," tutur dua.
Baca juga: Selain Pidana, KPAI Desak Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri Diberi Hukuman Kebiri
Namun, kata Taufiq, kebiri kimia tetap memberikan efek negatif pada pelaku.
"Bisa jadi disfungsi ereksi, kemudian impoten. Tapi kondisi setiap orang itu berbeda."
"Menurut saya sangat mungkin ketika sudah tidak disuntikkan lagi, orang itu akan kembali lagi hasratnya," ucap dia.
Untuk itu, selain hukuman kebiri, Taufiq menilai pelaku kekerasan seksual perlu juga ditindak secara pidana.
Baca juga: Menteri PPPA Minta Agar Herry Wirawan Dihukum Kebiri: Masyarakat Akan Puas
Seperti memberi hukuman sesuai UU Perlindungan Anak.
Sehingga hukuman kebiri dan pidana penjara bisa dikenakan pada pelaku.
"Maka kami mendorong tidak hanya kebiri, tapi pidana penjara secara maksimal."
"Kalau hukuman dikebiri saja, kebiri hanya diberikan dua tahun di UU kita, dokter tidak akan berani melebihi itu karena melanggar UU," katanya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)