News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Muktamar NU

Muktamar NU: Said Aqil Siradj Jelaskan Konsep Kemandirian

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj di acara Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34 di Lampung, Rabu (22/12/2021).

TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Usia panjang jamaah dan jam’iyyah Nahdlatul Ulama adalah bukti kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Demikian diungkapkan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj saat pidato tentang konsep Kemandirian untuk Perdamaian Dunia menuju satu Abad NU dalam acara Muktamar ke-34 di Ponpes Darussaadah Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021).

KH Said Aqil menjelaskan banyak hal tentang konsep tersebut.

Baca juga: Said Aqil Singgung Sarung yang Dipakai Jokowi, Peserta Muktamar NU Tertawa Riuh

Menurut Said Aqil, NU berdiri sebagai jawaban atas pertanyaan dan tantangan zaman.

Para Kyai terpanggil untuk menjawab tantangan dunia yang sedang bergolak dari sudut pandang agama.

"Pada tataran global, Perang Dunia Pertama baru saja usai, sistem monarki berbasis agama mulai terasa tak memadai, dan gelombang Wahabisasi sebagai embrio radikalisme berkibar dari Hijaz," kata Said Aqil.

Sementara di Nusantara, kata dia, patriotisme mulai menemukan bentuknya, perlawanan terhadap penjajahan, kemiskinan dan ketidakadilan bermuara pada apa yang hari ini sering dikenang sebagai era Kebangkitan Nasional.

Baca juga: Buka Muktamar ke-34, Jokowi: Terima Kasih pada NU yang Membantu Penanganan Pandemi

Di era itu, kata Said Aqil, NU sebagai jam’iyyah sepenuhnya lahir dari transformasi praktik kemandirian jama’ah, yakni kemandirian komunitas pesantren yang selama berabad-abad bertahan hidup dalam tekanan kolonialisme.

Pada Agustus 1945, bom atom sekutu meledak di Nagasaki dan Hiroshima. Ledakan itu menandai akhir Perang Dunia Kedua. Sesudahnya, Dunia menyaksikan satu demi satu kelahiran banyak negara-bangsa.

Baca juga: Buka Muktamar Ke-34 NU, Jokowi Berterima Kasih pada Ulama yang Tenangkan Masyarakat di Masa Pandemi

Dunia berubah. Umat manusia lalu terjepit di antara dua pilihan masa depan. Pilihan untuk menjadi negara sekuler atau menjadi negara agama.

"Suasana zaman pada saat NU lahir diliputi pertanyaan besar, apakah selepas perang demi perang, setelah begitu banyak darah tumpah, kita sebagai umat manusia bisa hidup untuk saling berbagi di atas bumi Allah ini? Kalaupun bisa bagaimana caranya?," ujar Said Aqil.

Dia mengungkapkan, belasan tahun hidup di Arab membuatnya menghayati arti penting NU untuk Indonesia dan Dunia.

"Dengan segala hormat, di Arab agama sedari awal tidak menjadi unsur aktif dalam mengisi makna nasionalisme," kata Said.

Baca juga: Pidato Said Aqil pada Muktamar ke-34 NU, Nasionalisme dan Agama Harus saling Menguatkan

"Bila anda membaca sejarah dan naskah konstitusi negara-negara Arab, anda akan segera tahu betapa mahal dan berharga naskah Pembukaan UUD 1945 yang kita punya," imbuh Said.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini