TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menanggapi nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa Munarman dalam sidang Rabu (22/12/2021), di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dalam eksepsi itu, Munarman membantah dakwaan jaksa yang menyebut dirinya terlibat dalam acara baiat kepada Islamic State Iraq and Suriah (ISIS) pimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi di beberapa tempat.
Menanggapi pernyataan itu, jaksa menilai eksepsi bersifat subjektif dan hanyalah berdasarkan asumsi.
"Kami penuntut umum memberikan pendapat, bahwa semua keberatan terdakwa dan penasihat hukum berisi uraian tentang pendapat subjektif terdakwa. Dan penasihat hukum terdakwa yang didasarkan hanya karena argumen dan asumsi terdakwa, atau penasihat hukum," kata jaksa dalam persidangan.
Kegiatan itu diketahui di Makassar, Sulawesi Selatan, Medan dan Sulawesi Utara dalam kurun waktu yang berbeda.
"Bahwa dari substansi pemaparan seminar yang disampaikan terdakwa di Kota Makassar dan Kota Medan pada faktanya tidak satupun yang masuk dan sesuai dalam dakwaan penuntut umum," tutur jaksa.
Baca juga: Jaksa Minta Hakim Tolak Seluruh Eksepsi dan Vonis Bersalah Munarman Terlibat Tindak Pidana Terorisme
Tak hanya itu, jaksa menilai jika eksepsi dari Munarman perihal baiat kepada ISIS sebenarnya tidak masuk dalam ruang lingkup materi keberatan sesuai Pasal 156 Ayat 1 KUHP.
Sebab, saat ini perkara itu sudah masuk persidangan dan akan dibuktikan melalui proses pemeriksaan baik, saksi, ahli maupun keterangan Munarman sendiri.
Atas hal itu, jaksa mengungkapkan jika seluruh eksepsi dari Munarman tidak akan ditanggapi dan dikesampingkan.
"Sehingga, tidak perlu ditanggapi dan harus dikesampingkan," kata jaksa.
Pada persidangan Rabu (15/12/2021) pekan lalu, Munarman dan kuasa hukumnya telah menyampaikan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa.
Munarman menepis dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyatakan dirinya turut terlibat dalam jaringan terorisme dan berbaiat pada Islamic State Iraq and Suriah (ISIS).
Dalam eksepsinya, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) itu kemudian mengaitkan tuduhan yang dilayangkan kepadanya dengan agenda perdana aksi bela Islam 212 pada 2016 silam.
Berdasar pengakuannya dalam sidang, pada agenda tersebut, banyak para pejabat tinggi negara yang hadir seperti Presiden, Wakil Presiden, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kapolri hingga Panglima TNI ke acara yang digelar di kawasan Monas, Jakarta Pusat itu.