Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Isu perubahan iklim dibahas dalam Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU).
Muktamar NU pun mendorong agar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah membuat Undang-undang yang secara khusus mengatur perubahan iklim.
Peserta dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah pun menyepakati hal tersebut.
"Hendaknya diterbitkan landasan hukum yang lebih kuat mengenai kelembagaan dan tata laksana penanganan perubahan iklim yang lebih menyeluruh berupa Undang-undang tentang Perubahan Iklim," demikian rekomendasi dalam draf Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah, Jumat (24/12/2021).
Sejumlah pihak diminta dilibatkan dalam pembuatan UU ini.
Untuk isi dari UU tersebut, para peserta ingin UU tentang perubahan iklim juga memuat langkah rencana aksi, mobilisasi pendanaan, sampai dengan pemantauan atas capaiannya.
Baca juga: Duduk Berdampingan, Gus Yahya dan Said Aqil Saksikan Pemungutan Suara Pemilihan Ketua Umum PBNU
Adapun urgensi pembuatan UU tersebut adalah perlunya pemerintah menjaga agar laju emisi gas rumah kaca (GRK) tahunannya berada pada tingkat 1 persen untuk mencapai target unconditional scenario dengan berbagai kebijakan dan langkah strategis serta regulasinya.
Hal tersebut agar mampu berkontribusi pada upaya membatasi pemanasan global kurang dari 1.5 derajat celcius.
UU tersebut menurut kesepakatan juga dinilai penting untuk memenuhi target terwujudnya puncak emisi GRK nasional pada periode implementasi NDC (2020-2030).
Sehingga, pemerintah hendaknya menggeser 'beban' sektor kehutanan pada sektor energi dalam NDC Indonesia.
Baca juga: Profil KH Said Aqil Siradj dan KH Yahya Cholil Staquf, Dua Sosok yang Bersaing Jadi Ketua Umum PBNU
Hal itu akan menjadikan upaya yang lebih besar dalam pengendalian perubahan iklim menjadi rasional.
Pemerintah juga disebut perlu terus merestorasi ekosistem hutan.
Pasalnya, hal it akan memberikan manfaat pada masyarakat, antara lain menjaga keanekaragaman hayati, menjaga dan memperbaiki sumber daya alam serta jasa lingkungan.
Usulan pembentukan UU tentang Perubahan Iklim ini juga dilandasi perlunya landasan hukum yang lebih kuat dalam mengatasi isu tersebut.
Sebab, landasan hukum saat ini disebut lebih bersifat pada arahan operasional dalam penanganan perubahan iklim dengan adanya adopsi perjanjian perubahan iklim dan arahan perlunya respons penanganan perubahan iklim dalam UU 32/2009, UU 31/2009, dan PP 46/2016. Selain itu, regulasi yang ada masih belum memfokuskan kepada perubahan dan penanganan iklim.