Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diliputi masalah internal.
Stepanus Robin Pattuju yang dulunya penyidik KPK diduga menerima suap.
Ada pula Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar etik.
Stepanus Robin Pattuju
Pada Sabtu (24/4/2021), KPK menetapkan Ajun Komisaris Polisi (AKP) Robin sebagai tersangka bersama advokat Maskur Husain dan Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial.
AKP Robin diduga menerima Rp1.695.000.000 untuk mengamankan kasus Syahrial di KPK.
Tak hanya dari Syahrial, ternyata Robin dan Maskur diduga turut menerima uang dari sejumlah pihak untuk mengamankan perkara di KPK.
Baca juga: Ketua KPK Ucapkan Selamat Natal: Cinta dan Peduli Itulah Semangat Persaudaraan
Dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhammad Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado, Robin menerima Rp3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS.
Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, Robin menerima Rp507.390.000.
Tidak cukup di situ, keduanya juga mendapat uang dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebanyak Rp5.197.800.000.
Lanjut, dari Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi sebesar Rp525.000.000.
Keduanya pun kini telah menjalani persidangan dan tinggal menunggu putusan majelis hakim.
Lili Pintauli Siregar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dinyatakan bersalah telah melanggar etik karena dihubungi Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial.
Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili Pintauli Siregar bersalah melanggar kode etik karena menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak beperkara.
Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (30/9/2021).
Tumpak menyebut Lili melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf b dan a dalam Peraturan Dewas Nomor 02 Tahun 2020 tantang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku.
Dewas menyatakan Lili terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK menekan Syahrial.
Tekanan itu dilakukan agar Syahrial mengurus masalah kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
Padahal saat itu, KPK tengah menyelidiki dugaan jualbeli jabatan yang dilakukan Syahrial.
Dalam menjatuhkan sanksi, Dewas KPK mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan.
Untuk hal meringankan, Lili dianggap mengakui perbuatannya dan belum pernah dijatuhi sanksi etik.
Sementara untuk hal yang memberatkan, Lili disebut tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.