Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa dugaan ujaran kebencian terkait Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA) Muhammad Yahya Waloni meminta bantuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menghapus video dirinya yang dinilai telah membuat keonaran di antara umat beragama.
Hal itu dia sampaikan dalam nota pembelaan alias pleidoi atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Waloni meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk bekerjasama menghapus video tersebut.
"Saya mohon kepada hakim yang mulia, semua konten video saya terkait dengan berkesinggungan yang telah menyakiti, yang telah melukai perasaan saudara-saudara saya kaum nasrani, tolong bekerjasama dengan kemenkominfo dan dihapus," kata Waloni dalam persidangan, Selasa (28/12/2021).
Sebagai informasi, perkara yang menjerat dirinya ini berkaitan dengan isi ceramah yang dilakukannya di Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center, Jakarta pada 2019 silam.
Kala itu, isi ceramah Waloni dinilai telah menyinggung umat beragama tertentu dalam hal ini Nasrani.
Kendati begitu, dalam pleidoi yang disampaikannya tersebut, Waloni menyadari kalau perbuatannya tersebut adalah tak beretika. Padahal kata dia, kondisi saling menghargai membuat dirinya merasa dihargai, terlebih saat berada di dalam Rumah Tahana (Rutan).
Baca juga: Sampaikan Pleidoi, Yahya Waloni: Saya Merasa Orang Bodoh Seperti Tak Berpendidikan
"Dalam kesmepatan ini saya sadar saya menjadi seorang imam di dalam penjara, saya menjadi seorang khatib di dalam penjara, saya memimpin umat di dalam penjara, dengan berbagai macam lapisan masyarakat, dengan berbagai macam keberagamaan," kata Waloni.
"Keberagaman yang ada di dalam dan mereka senang kepada saya, bahkan saya baru menyadari bahwa arti pada kebersamaan itu toleransi keberagaman itu justru dari kesalahan yang saya lakukan," sambungnya.
Tak hanya itu, Yahya Waloni juga merasa seperti orang bodoh setelah melakukan hal itu, satu di antaranya dilakukan dia di Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center, Jakarta pada 2019 silam.
"Saya juga melihat dan sekaligus, disadarkan oleh bareskrim itu saya merasa itu bukan pribadi saya yang berbicara, saya merasa bodoh, saya merasa orang yang tidak pernah seperti yang berpendidikan," jelas Waloni dalam pleidoinya.
Padahal kata Waloni, dirinya merupakan sosok yang pernah mengemban ilmu pendidikan filsafat.
Baca juga: Dituntut 7 Bulan Penjara, Yahya Waloni Langsung Sampaikan Pleidoi Secara Lisan
Terlebih dalam pendidikannya itu, dirinya turut mempelajari upaya untuk mencintai dan menghargai segala makhluk yang ada di muka bumi ini. Dirinya berharap dengan adanya perkara ini bisa membuatnya menjadi lebih baik.
"Saya belajar ilmu filsafat, yang harus mencintai segala makhluk dan saya menyadari penuh bahwa apa yang saya lakukan ini akan membawa saya lebih baik kedepan untuk menjadi seorang pendakwah yang lebih santun dan bermartabat dan beretika dalam menyampaikan dakwah," kata dia.
"Dan ini menjadi pembelajaran bagi publik, agar setiap tokoh, atau siapapun manusia yang hidup di indonesia harus taat kepada hukum," tukasnya.
Sebagai informasi, pembacaan pleidoi ini dilakukan Yahya Waloni secara lisan langsung dalam persidangan setelah jaksa membacakan tuntutan.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) telah menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa dugaan ujaran kebencian terkait Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA) Yahya Waloni, berupa hukuman pidana 7 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan.
Baca juga: Sudah Minta Maaf Kepada Umat Nasrani Jadi Pertimbangan Jaksa Tuntut Yahya Waloni 7 Bulan Penjara
Dalam amar tuntutannya, jaksa turut membacakan beberapa pertimbangan, di antaranya hal yang memberatkan terdakwa dan meringankan.
Adapun pada hal yang memberatkan, jaksa menyatakan perbuatan Yahya Waloni dinilai dapat merusak kerukunan antar umat beragama di Tanah Air.
"Hal yang memberatakan perbuatan terdakwa dapat merusak, kerukunan antar umat beragama di Indonesia yang sudah berjalan dan terjalin selama ini," kata jaksa dalam persidangan.
Sedangkan untuk hal yang meringankan, jaksa membeberkan setidaknya ada beberapa poin, terutama kata dia, Yahya Waloni telah melayangkan permohonan maaf kepada khususnya umat Nasrani dan khususnya masyarakat Indonesia.
Tak hanya itu, status terdakwa yang juga merupakan kepala rumah tangga, menjadi salah satu pertimbangan jaksa menjatuhkan tuntutannya.
"Hal-hal yang meringankan terdakwa, terdakwa tidak berbelit-belit dalam persidangan, menyesali perbruatannya dan telah meminta maaf pada umat nasrani dan seluruh rakyat Indonesia," kata Jaksa.
Baca juga: Perkara Ujaran Kebencian Berdasarkan SARA, Yahya Waloni Dituntut 7 Bulan Penjara dan Denda Rp50 Juta
"Terdakwa berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," sambungnya.
Selain itu kata jaksa, sang pelapor sekaligus saksi dalam perkara ini yang bernama Andreas sudah memaafkan perbuatan terdakwa.
Kendati begitu kata jaksa, perkara hukum terhadap Yahya Waloni tetap harus berjalan sesuai dengan prosesnya.