TRIBUNNEWS.COM - Sepanjang 2021, perekonomian global dihadapkan pada berbagai tantangan seperti kenaikan harga energi, disrupsi supply chain, krisis Evergrande Tiongkok, serta risiko yang mempengaruhi arus modal Indonesia seperti tapering off The FED dan potensi kenaikan suku bunga acuan AS, serta lonjakan kasus aktif varian Delta di awal Triwulan III-2021.
“Pemerintahan di masing-masing negara merespons cepat untuk memitigasi risiko varian Delta dan berhasil menjaga optimisme hingga akhir tahun. Arus modal asing kembali masuk ke negara berkembang sehingga mendorong perbaikan indeks saham dunia di tahun ini," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2021, di Jakarta, Kamis (30/12/2021).
Pada saat bersamaan, aktivitas manufaktur global juga meningkat bahkan konsisten berada di level ekspansif untuk negara maju dan negara berkembang.
Optimisme juga terlihat di Indonesia. Dengan respon cepat Pemerintah dan seluruh stakeholders berhasil memitigasi dampak lonjakan varian Delta. Upaya ini juga telah menjaga tren penurunan kasus harian Covid-19 Indonesia di tengah kembali meningkatnya kasus harian global.
Pulihnya kepercayaan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi telah mendorong ekonomi untuk tetap tumbuh positif di Triwulan III-2021, yakni sebesar 3,51% (yoy). Hal tersebut meningkatkan demand yang juga mendorong peningkatan aktivitas manufaktur hingga berada di zona ekspansif pada level 53,9 pada November 2021.
Sementara itu, harga barang dan jasa secara umum rendah dan stabil, baik secara nasional dan spasial. Secara tahunan, inflasi November 2021 terjadi di 1,75% (yoy) dan 0,37% (mtm). Perkembangan tersebut didorong oleh peningkatan inflasi pada seluruh komponen yang menandakan mulai pulihnya aktivitas dan konsumsi masyarakat.
Kinerja perbankan juga menunjukan perkembangan baik. Penyaluran kredit perbankan pada November 2021 tumbuh sebesar 4,82% (yoy) atau 4,17% (ytd).
Perbaikan di sektor riil ini juga didukung dengan perbaikan di sektor keuangan di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat hingga mencapai level 6.500 menjelang akhir tahun ini. Sebelumnya pada 22 November 2021, pertumbuhan IHSG sempat menembus rekor baru yakni di level 6.723,39. Untuk return di pasar modal Indonesia juga bisa mencapai 10% (ytd).
Seiring naiknya IHSG, nilai tukar rupiah juga terapresiasi kembali mendekati level pra pandemi.
“Perbaikan kinerja sektor keuangan juga didukung oleh strategi pendalaman pasar modal yang berjalan baik. Jumlah investor pasar modal telah meningkat signifikan menjadi 7,38 juta atau naik 90,32% dibandingkan 2020. Kinerja positif juga terlihat dari sisi peningkatan jumlah Pencatatan Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO) yakni sebanyak 54 perusahaan baru melakukan IPO di 2021,” ujar Menko
Airlangga.
Saat ini, porsi kepemilikan aset pasar modal Indonesia lebih di dominasi oleh investor domestik. “Kondisi ini telah memperkuat fundamental pasar modal kita terhadap risiko eksternal yang muncul sepanjang 2021. Porsi yang besar di sisi domestik ini turut berkontribusi dalam meredam taper tantrum yang telah terjadi di Semester II-2021,” lanjut Menko Airlangga.
Mayoritas investor pasar modal juga didominasi oleh penduduk dengan kategori usia di bawah 30 tahun. Kategori ini memiliki literasi keuangan dan digital yang relatif tinggi sehingga lebih cepat menyerap informasi baru di pasar modal.
Untuk menjaga daya beli masyarakat dan keberlangsungan dunia usaha, Pemerintah juga telah memberikan dukungan melalui berbagai stimulus fiskal. Pokok-pokok instrumen utama yang digunakan telah tercantum pada Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).
Program ini tetap akan berlanjut di 2022 dengan alokasi anggaran sebesar Rp414 triliun yang terbagi untuk Klaster Kesehatan, Perlindungan Sosial, dan Dukungan Korporasi/Usaha.
Dalam rangka mendukung pengembangan pasar modal, tarif PPh Badan telah diturunkan menjadi sebesar 22% sepanjang tahun 2021. Selain itu, Pemerintah juga telah memberikan insentif tarif PPh Badan yang lebih rendah, yakni sebesar 19% bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka. Hal ini dilakukan untuk mendorong peningkatan jumlah IPO di pasar modal Indonesia.
Pemerintah juga terus berkomitmen untuk memperbaiki iklim investasi Indonesia, salah satunya melalui implementasi UU Cipta Kerja.
“Selain itu, dalam sejarah Indonesia, kita akhirnya punya engine untuk
long term investment yaitu Indonesia Investment Authority (INA), yang akan bisa mulai kerja di 2022,” ucap Menko Airlangga.
Menko Airlangga menegaskan, pengendalian pandemi tetap menjadi kunci utama dalam mendorong pemulihan ekonomi tahun depan untuk berbagai sektor, termasuk di pasar modal. Ekspektasi investorakan pemulihan ekonomi telah tercermin di perkembangan pasar modal sepanjang 2021.
“Koordinasi dan sinergi antara Pemerintah dengan seluruh stakeholders perlu diperkuat dalam menjaga optimisme pelaku pasar di 2022. Semoga seluruh strategi yang telah kita lakukan bersama selama tahun ini dapat menjadi bekal untuk menghadapi tahun depan,” tutup Menko Airlangga. (*)