News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembelajaran Tatap Muka

2022 Mulai PTM Terbatas, Kemendikbudristek Pastikan SKB 4 Menteri Disusun dari Masukan Banyak Unsur

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Cipinang Melayu 05, Jakarta Timur, Senin (3/1/2022). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen di seluruh sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Proses PTM 100 persen murid setiap kelas ini sudah diberlakukan seperti belajar mengajar umumnya sebelum ada pandemi Covid-19. Hanya saja, waktu proses belajar mengajar kali ini masih dibatasi. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri mengenai Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 telah diterbitkan tanggal 21 Desember 2021.

SKB ini merupakan penyesuaian SKB tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.

Dalam SKB terbaru ini, sekolah diwajibkan untuk menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas 100 persen per Januari 2022.

Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud-Ristek Jumeri mengatakan orang tua/wali peserta didik tak lagi dapat memilih opsi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi anaknya seperti di semester satu tahun ajaran 2021/2022.

"Mulai semester dua tahun ajaran/tahun akademik 2021/2022 atau Januari 2022 semua wajib mengikuti PTM terbatas," ujar Jumeri, Senin (3/1).

Baca juga: PTM Terbatas Wajib Dilaksanakan, Ini Aturan dan Syarat Sekolah Gelar Tatap Muka

Baca juga: PTM 100 Persen Dimulai, Sufmi Dasco: Waspadai Klaster Sekolah

Jumeri menjelaskan bahwa mulai Januari 2022, semua satuan pendidikan pada level 1, 2, dan 3 PPKM wajib melaksanakan PTM terbatas.

Pemerintah daerah disebutnya tidak boleh melarang PTM terbatas bagi yang memenuhi kriteria dan tidak boleh menambahkan kriteria yang lebih berat.

Pengaturan kapasitas peserta didik, dan durasi pembelajaran dalam penyelenggaraan PTM terbatas diatur berdasarkan cakupan vaksinasi dosis 2 pada tenaga kependidikan (PTK) di masing-masing satuan pendidikan serta vaksinasi warga masyarakat lansia di tingkat kabupaten/kota.

Penyesuaian pengaturan PTM terbatas itu dibagi menjadi tujuh kategori dengan penamaan kategori A, B, C, D, E, F, serta G.

Berdasarkan penuturan Jumeri, PTM terbatas dengan kapasitas 100 persen wajib dilakukan pada kategori A atau di daerah PPKM level 1 dan 2, dengan capaian vaksinasi dosis 2 PTK di atas 80 persen, dan masyarakat lansia di atas 50 persen.

Baca juga: Waspada Omicron, Pimpinan DPR Minta Pemprov DKI Pantau Penerapan PTM Day to Day 

Saat ini terdapat 264.704 sekolah atau sebesar 59 persen dengan peserta didik sebesar 33.497.256 siswa yang dapat menggelar PTM terbatas 100 persen.

"Untuk frekuensi pembelajaran dilakukan seluruh hari sekolah, bisa sampai Jumat atau Sabtu. Sementara durasi jam pelajaran maksimal enam jam per hari," katanya.

Untuk kategori B dan C, yakni daerah di wilayah PPKM Level 1 dan 2 dengan cakupan vaksinasi dosis 2 PTK di bawah 80 persen dan masyarakat lansia di bawah 50 persen, hanya boleh menggelar PTM terbatas dengan kapasitas 50 persen.

Sementara daerah di wilayah PPKM level 3 mencakup kategori D dan E.

Pada kategori D, dengan kriteria vaksinasi dosis 2 PTK di atas atau sama dengan 40 persen dan masyarakat lansia di atas atau sama dengan 10 persen, maka diperbolehkan menggelar PTM terbatas dengan kapasitas 50 persen dengan durasi jam pelajaran empat jam per hari.

"Untuk kategori E, yang vaksinasi dosis 2 PTK di bawah 40 persen dan masyarakat lansia di bawah 10 persen akan dilakukan PJJ penuh. Sama halnya dengan kategori F yang merupakan daerah di wilayah PPKM level 4. Sementara kategori G yang merupakan daerah khusus, tetap menggelar PTM terbatas 100 persen," ucapnya.

Baca juga: Kemendikbudristek: Guru Segera Divaksin untuk PTM Terbatas 100 Persen

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbud-Ristek Suharti menegaskan bahwa SKB yang diteken oleh Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan-Riset dan Teknologi, serta Menteri Agama itu disusun dengan masukan dari berbagai elemen masyarakat dan para ahli, baik ahli kesehatan hingga epidemiolog.

"Para ahli juga terlibat di situ, epidemiolog di situ, ahli kesehatan masyarakat juga di situ, dan tentunya dari Kemendikbud juga secara aktif memastikan bahwa apa yang ditetapkan di dalam SKB tersebut mengikuti kaidah-kaidah tak hanya pendidikan, tapi juga kesehatan," kata Suharti.

Menurutnya, SKB ini membuat penyesuaian-penyesuaian dari yang sebelumnya dan lebih rinci, namun tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan.

"Kalau kita lihat secara umum, ada beberapa hal yang membedakan dari SKB sebelumnya. Untuk saat ini pastikan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah harus sudah tervaksinasi," pungkasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini