Lebih lanjut, Firli mengklaim bahwa operasi tangkap tangan (OTT) KPK di awal 2022 terhadap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ini, merupakan salah satu ikhtiar lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi.
Diketahui, penangkapan Rahmat Effendi merupakan OTT pertama KPK di 2022.
"Operasi tangkap tangan pada awal tahun 2022 ini menjadi wujud komitmen KPK untuk terus berikhtiar serius dalam upaya pemberantasan korupsi melalui strategi penindakan," kata Firli.
KPK telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintahan Kota Bekasi.
Rinciannya, lima orang diduga sebagai penerima dan empat lainnya diduga sebagai pemberi.
Para tersangka yang diduga menerima yaitu Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, M. Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Bekasi, Jumhana Lutfi.
Sedangkan empat tersangka diduga pemberi yaitu Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; Lai Bui Min alias Anen, swasta; Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Dalam kasus ini, Rahmat Effendi diduga menerima suap terkait proyek dan juga jual beli jabatan.
Selain itu, Rahmat juga diduga menerima gratifikasi serta melakukan pungutan liar terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi.
Dari hasil korupsi tersebut, diduga Rahmat menerima miliaran rupiah.
Baca juga: Kini Terjerat Kasus Suap, Cerita Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen Pernah jadi Sopir Bus
Kendati demikian KPK belum merinci angka pastinya.
Di sisi lain, KPK sudah menyita Rp5,7 miliar dari hasil OTT Rahmat.
Atas perbuatannya, Rahmat Effendi dkk dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 f dan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.