TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berencana mengajukan gugatan atau judicial review terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, belum diketahui pasti kapan gugatan itu akan didaftarkan ke MK.
Presiden PKS Ahmad Syaikhu menjelaskan, pihaknya sudah melakukan kajian dan menilai besaran presidential threshold 20 persen akan mempersempit ruang demokrasi dalam gelaran Pilpres 2024 mendatang.
"Saya ingin memberikan penjelasan, kami sudah melakukan kajian dan nampaknya memang keputusan Majelis Syuro, oleh karenanya kita berencana melakukan judicial review terkait presidential threshold ini ke MK," kata Syaikhu di Jakarta, Kamis (13/1/2022) seperti dikutip dari Kompas.TV.
Ia berharap MK dapat mengambulkan gugatan yang dilayangkan oleh PKS nantinya.
"Sehingga mudah-mudahan bisa dikabulkan (MK) dan ada penurunan presidential threshold ke depannya," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri menyatakan, pihaknya mendukung langkah judicial review presidential threshold di MK yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat.
"PKS memandang bahwa syarat Presidential Threshold 20 persen terlalu tinggi sehingga menghambat proses kemunculan lebih banyak calon alternatif kepemimpinan nasional," ujarnya.
Soal Pemilu Diundur
Lebih jauh, Salim Segaf Al-Jufri mengingatkan, seluruh elite politik untuk menaati konstitusi terkait penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu).
Hal itu disampaikan Salim Segaf merespons Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, yang mengungkapkan bahwa rata-rata pelaku usaha berharap penyelenggaraan Pilpres 2024 ditunda.
Demikian disampaikan Salim Segaf dalam konferensi pers hasil Musyawarah Majelis Syura VI PKS secara virtual, Kamis (13/1/2022).
"PKS meminta kepada seluruh elite politik dan pemimpin bangsa untuk taat dan patuh pada konstitusi UUD 1945 serta tetap merawat demokrasi dan semangat reformasi 1998," kata Salim Segaf.
Salim Segaf menegaskan, PKS menentang wacana Pemilu 2024 diundur jadi 2027.
Apapun alasannya, Salim menegaskan penyelenggaraan Pemilu harus sesuai konstitusi.
"PKS menentang wacana penundaan pemilu 2024 serta menolak berbagai ide dan upaya apapun terkait yg perpanjangan masa jabatan presiden Indonesia yamg tidak sesuai ketentuan dalam UUD 1945," ujar Salim.
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan bahwa rata-rata pelaku usaha berharap penyelenggaraan Pilpres 2024 ditunda. Pertimbangannya tak lepas dari pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
"Kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini, dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik," kata Bahlil dalam acara rilis survei Indikator Politik Indonesia, Minggu (9/1).
"Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik. Jadi itu hasil diskusi saya sama mereka," ujarnya.
Bahlil menyebut langkah memajukan atau memundurkan waktu penyelenggaraan pemilu bukan sebuah hal yang haram dalam sejarah perjalanan Indonesia. Pernah terjadi di Orde Lama dan peralihan era Orde Baru ke Reformasi.
Sebagai informasi, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia diketahui bahwa mayoritas responden tidak mau jika masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang hingga 2027.
Mereka menolak wacana tersebut meski ada alasan demi memulihkan perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19.
"33,4 persen setuju, 30,9 persen sangat tidak setuju, 2,9 persen kurang setuju, dan 5,2 persen sangat setuju," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam paparan hasil survei lembaganya, Minggu (9/1).
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com
>