TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Elektabilitas Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang masih terbilang rendah sudah menjadi rambu merah untuk pencalonan dirinya sebagai presiden pada Pilpres 2024 mendatang.
"Bisa dibilang ini wake up call, apakah Airlangga mau maju jadi capres atau mengubah posisi menjadi cawapres," ujar Dosen Komunikasi UMN, Silvanus Alvin, ketika dikonfirmasi pers, Minggu (16/1/2022).
Menurut dia, strategi old school masih diterapkan dengan menebar banyak baliho. Padahal baliho itu hanya dilihat sambil lalu saja.
"Di era 5.0 saat ini komunikasi politik sudah tidak bisa gaya lama," katanya.
Dikatakan bahwa praktik dan pola pikir yang harus dilakukan berada di jalur digital.
Dimana dalam kajian komunikasi politik di kenal level komunikasi politik berdasarkan generasi dan media yang digunakan.
"Misalnya Facebook (Meta) didominasi Generasi X. Kemudian ada Instagram dan YouTube yang didominasi generasi milenial. Dan tidak kalah penting ada TikTok di generasi Z," ujarnya.
Baca juga: Golkar Dinilai Punya Modal Kuat untuk Memenangkan Pemilu 2024
Promosi diri yang dilakukan sebaiknya dilaksanakan secara digital di media sosial tersebut.
"Bila melihat pesaing Airlangga seperti Ganjar, Anies, Sandiaga Uno, Erick Thohir, mayoritas sudah punya YouTube Channel sendiri.
Mereka menerapkan politainment di ranah digital karena publik mengenal politisi dari medsos," katanya.
Dikatakan bahwa siapa yang viral dan 'happening' di medsos bisa mengkonversi popularitas tersebut jadi nilai elektabilitas.
"Selain itu Airlangga juga tidak bisa hanya berusaha menang di survei. Dalam ranah komunikasi digital ada pemahaman akan sentiment analysis. Data berupa komentar publik di medsos bisa langsung memberikan gambaran jelas elektabilitas Airlangga," katanya.
Maka dari itu, ujar dia, langkah Airlangga ke depan dalam komunikasi politiknya perlu berubah.
"Bila masih pendekatan lama maka langkah menjadi capres akan sangat terjal. Perolehan suara Golkar saat ini 12,8% sehingga butuh dukungan dari partai lain. Bila popularitas dan elektabilitas Airlangga tidak berubah maka sulit mencari partai yang mau mendukung Airlangga," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia optimistis elektabilitas Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto akan terus meningkat untuk dapat ikut serta pada Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Menurut Doli, Golkar masih memiliki waktu dua tahun untuk melakukan kerja-kerja politik demi mendongkrak elektabilitas Airlangga.
"Ini masih ada dua tahun, tentu kita harus konsisten dengan keputusan kita. Kita harus bekerja lebih sungguh-sungguh," kata Doli dalam acara rilis survei Politika Research & Consulting bersama Parameter Politik Indonesia beberapa waktu lalu dikutip dari Kompas.com.
Doli mengeklaim, partainya memiliki mekanisme sendiri untuk mengevaluasi elektabilitas Airlangga sebagai pembanding dari hasil survei sejumlah lembaga yang menunjukkan elektabilitas Airlangga masih rendah.
Ketua Komisi II DPR itu pun mengaku enggan berandai-andai saat ditanya kemungkinan Golkar mengusung calon lain apabila elektabilitas Airlangga tak kunjung meningkat hingga 2024 mendatang.
"Yang jelas hari ini kita sudah memutuskan bahwa kita punya calon presiden, dan itu yang sekarang sedang dikerjakan oleh seluruh jajaran partai," kata Doli.
Berdasarkan survei yang diselenggarakan Politika Research & Consulting bersama Parameter Politik Indonesia, Airlangga tercatat hanya memiliki elektabilitas 0,6 persen pada simulasi 32 nama calon presiden.
Elektabilitas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu jauh tertinggal dibanding nama-nama yang ada di papan atas seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (23,1 persen), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (21,6 persen), dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (11,4 persen).
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com