TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) membahas dua isu RUU IKN dalam rapat kerja DRP dan Pemerintah.
Kedua isu tersebut terkait dengan rencana induk atau master plan dan pendanaan IKN baru.
“Rencana induk yang relatif lebih (alot),” ujar Wakil Ketua Pansus RUU IKN Saan Mustopa di Gedung DPR RI, Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (17/1/2022).
Politisi Partai NasDem itu mengatakan, anggota Pansus ingin mengetahui detail dari rencana induk pembangunan IKN.
“Anggota ingin tahu lebih detail rencananya seperti apa, ingin mempelajari karena proses selanjutnya berdasarkan rencana induk,” tandas dia.
Dalam draf RUU IKN, disebutkan rencana induk IKN adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN.
Rencana Induk IKN memuat paling sedikit memuat pokok-pokok, antara lain pendahuluan; visi, tujuan, prinsip dasar, dan indikator kinerja utama; prinsip dasar pembangunan; dan penahapan pembangunan dan skema pendanaan.
Baca juga: Ketua Pansus RUU IKN Ungkap Ada Sejumlah Pihak Coba Ambil Untung di Lahan Ibu Kota Negara
Perincian Rencana Induk IKN diatur dengan Peraturan Presiden.
Otorita IKN dapat melakukan perubahan terhadap rencana induk IKN dengan ketentuan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden dan dikonsultasikan dengan DPR. Perubahan rencana induk IKN juga diatur dengan Peraturan Presiden.
Selain rencana induk, Saan mengatakan pendanaan pembangunan IKN juga bakal berlangsung alot.
DPR mengetahui secara pasti soal skema pembayaran dengan persentase masing-masing jika dilakukan dengan skema kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan melibatkan pihak swasta.
“Ada kekhawatiran jangan sampai nanti proyek IKN ini misalnya pembiayaan ada dari KPBU lebih banyak seperti proyek lain seperti proyek kereta api cepat. Jangan sampai ini jadi proyek yang mangkrak,” ungkap dia.
Dalam RPJMN Tahun 2024, rancangan awal kebutuhan persiapan pemindahan IKN, diestimasi sebesar Rp 466 triliun dengan skema yang dikembangkan pada estimasi tersebut adalah sekitar 19,4 persen atau Rp 90,4 triliun melalui APBN, selanjutnya 54,2 persen atau Rp25 triliun melalui skema KPBU, dan selebihnya yaitu sekitar 26,4 persen atau Rp123,2 triliun merupakan partisipasi swasta/masyarakat.
Lebih lanjut, Saan mengatakan 2 lainnya, yakni penamaan pemerintahan IKN baru dan status pertanahan IKN bakal segera disepakati.
Menurut dia, pemerintah dan DPR relatif sudah mulai menemukan titik temu dari 2 isu tersebut.