TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengungkapkan ada permainan yang dilakukan oleh rumah sakit (RS) dalam pengadaan obat dari BPJS Kesehatan.
Mulanya, Rahmad menceritakan bahwa beberapa waktu lalu dirinya bertemu dan berdikusi dengan salah satu direksi RS.
Dalam kesempatan itu, Rahmad mendengar langsung pengakuan direksi RS itu bahwa pihaknya mendapat keuntungan yang besar dari pengadaan obat dari BPJS Kesehatan.
Hal itu disampaikan Rahmad saat rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama BPJS Prof. Ali Ghufron Mukti serta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) di ruang rapat Komisi IX, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/1/2022).
"Kepada Pak Dirut (BPJS), saya beberapa waktu lalu 'nongkrong', diskusi dengan salah satu direksi rumah sakit. Tidak nyangka saya tiba-tiba menyebutkan 'Pak, saya ada keuntungan luar biasa Pak dari pengadaan obat, pengadaan dari BPJS'," ungkap Rahmad.
Rahmad pun mengungkapkan, dirinya pun bertanya-tanya terkait peryataan direksi RS itu.
Baca juga: Menkes: Ada 1.600 Kasus Omicron di Indonesia, 20 Pasien Butuh Oksigen, dan 2 Meninggal
Pasalnya, obat yang dibiayai oleh BPJS Kesehatan bisa mendapat keuntungan.
"Otak pikiran saya berfikir, lah kok pengadaan BPJS obat yang dibiayai oleh BPJS kok masih ada untung, itu kan fraud (kecurangan,red). Rumah Sakit Swasta mengadakan obat kemudian dapat untung dari kan udah dibayar oleh BPJS, masih ada keuntungan, gitu loh," kata Rahmad.
Meski begitu, Rahmad tak menjelaskan rinci direksi rumah sakit mana yang dimaksudkan itu.
"Saya sebenarnya fraud, enggak suka ngomong fraud, bahasa inggris. Tapi itulah kenyataannya," ucapnya.
"Kecurangan-kecurangan rumah sakit itu menjadi banyak," tambahnya.
Ia juga sempat mendengar bahwa praktik kecurangan soal pengadaan obat itu sudah rahasia umum.
Pasalnya, kerjasama dengan BPJS hanya menghasilkan untungnya yang kecil bagi RS.
"Kalau tidak fraud, dapat untung dari mana. Waduh, Masya Allah," ucap Rahmad.
"Tapi faktanya itu. Itu suara direksi, direktur RS. Jadi artinya 80 persen Rumah Sakit hidup dari BPJS, hidup dari rakyat, hidup dari dana APBN," sambungnya.
Maka dari itu, legislator PDI Perjuangan itu mendesak BPJS Kesehatan agar menghitung ulang soal pengadaan obat bagi RS. Bahkan, ia juga mendesak agar BPJS berani melakukan pemangkasan, bahkan tutup RS yang melakukan kecurang.
"Jadi kalau begitu, banyak juga rumah sakit yang tidak dapat menjadi peserta BPJS artinya memang menjadi pr besar. Ini rahasia umum direksi BPJS sudah tahu tetapi pelaksanaannya implementasinya, monggo," tegasnya.