TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah anggota Komisi II DPR RI usul masa kampanye Pemilu 2024 diperpendek.
Menanggapinya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengaku akan mempertimbangkan usulan tersebut.
"Terkait dengan usulan untuk memperpendek masa kampanye Pemilu 2024, sebagaimana usulan beberapa Anggota Komisi II DPR RI dalam RDP yang lalu, KPU tentu akan mempertimbangkan dengan seksama," kata Komisioner KPU RI Pramono Ubaid kepada wartawan, Kamis (27/1/2022).
Pramono menjelaskan bahwa berdasarkan regulasi, masa kampanye tidak diatur harus dilakukan berapa lama.
Namun tahapan tersebut sudah harus dimulai tiga hari sejak penetapan calon dan berakhir tiga hari sebelum hari pemungutan suara.
Baca juga: Pemilihan Anggota KPU 2022-2027 Perlu Perhatikan Integritas dan Isu Gender
Tapi kata Pramono yang perlu jadi pertimbangan adalah masa kampanye pemilu juga berkaitan dengan dua tahapan lain. Yakni sengketa tata usaha negara (TUN), serta proses lelang, produksi, dan distribusi logistik pemilu.
Masa 120 hari kampanye yang tertuang dalam draf Peraturan KPU tentang Tahapan Pemilu dinilai sudah cukup padat.
"Rancangan 120 hari dalam draf PKPU Tahapan itu sudah mengharuskan pemadatan proses penyelesaian sengketa serta lelang, produksi, dan distribusi logistik pemilu," terang Pramono.
Terlebih dari simulasi yang dilakukan KPU, waktu yang dibutuhkan untuk sengketa dan logistik minimal 164 hari. Sengketa membutuhkan 38 hari, dan logistik butuh 126 hari.
Dengan kata lain, jika ada peserta pemilu atau caleg yang mengajukan sengketa pencalonan ke Bawaslu dan pengadilan TUN, maka sengketa tersebut baru bisa diajukan setelah penetapan daftar calon tetap (DCT).
"Soal sengketa, kewenangannya berada di Bawaslu dan lingkungan peradilan TUN," jelas dia.
Sementara itu pada proses persiapan logistik seperti surat suara, baru bisa diproduksi setelah penetapan DCT dan sengketa TUN selesai.
Hal ini karena surat suara memuat nama, tanda gambar/foto, dan nomor urut peserta pemilu dan caleg-calegnya yang sudah ditetapkan.
Mengenai lelang, diatur dalam Perpres pengadaan barang dan jasa yang prosedurnya harus dipatuhi agar tidak terjadi inefisiensi atau korupsi.
Selain itu, distribusi logistik bukan hanya ke seluruh wilayah Indonesia, tapi ke seluruh TPS di 130 perwakilan RI di luar negeri.