Bisa disebutkan lulusan UT yang menjadi tokoh?
Banyak sekali seperti misalnya Bapak Moeldoko yang sekarang menjadi Ketua Ikatan Alumni Universitas Terbuka (IKA UT). Bapak Wiranto, Bapak Hendropriyono.
Kemudian ada lulusan UT yang sekarang jadi Bupati, Gubernur, dan yang merintis di Kemendikbud Ristek juga kebanyakan lulusan UT.
Kita itu sangat ketat dalam mengawal kualitas. Memang ke UT gampang masuknya tetapi kalau mereka tidak belajar dengan serius hampir bisa dipastikan mereka tidak bisa lulus.
Karena di UT walaupun dekat dengan dosen dan mereka belajar secara mandiri di rumah masing-masing memang banyak kendala yang dihadapi. Jadi banyak di antara mereka yang tidak sanggup menyelesaikan studinya di UT.
Catatan kami ada satu juta lebih mahasiswa yang tidak lulus di UT karena tidak belajar serius.
Bisa dijelaskan maksud dari program satu juta mahasiswa Universitas Terbuka sebagai universitas non
konvensional?
Munculnya program rencana satu juta mahasiswa itu ketika Bapak Menteri Riset Pendidikan dan Teknologi Prof Mohamad Nasir menyampaikan kepada seluruh rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) saat dikumpulkan di UT pada 2017.
Di situ Prof Nasir menyampaikan angka kasar partisipasi pendidikan tinggi baru mencapai 34 persen. Ini
jauh ketinggalan dari tetangga kita Malaysia, Thailand, Philipina, apalagi Singapura.
Karena itu, Pak Menteri ingin UT bisa meningkatkan jumlah mahasiswa menjadi satu juta orang. Pada saat itu jumlah mahasiswa kami 300 ribuan.
Kenapa itu diserahkan kepada UT karena ini terkait misi utama sejak Universitas Terbuka didirikan tahun
1984.
Ada mandat yang diberikan negara yakni akses pendidikan tinggi bagi seluruh warga masyarakat Indonesia.
UT didesain secara berbeda. Saat itu jumlah PTN 44, dan tidak mampu menjawab tiga masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah.
Persoalan itu antara lain daya tampung yang sangat kecil, kendala geografis sehingga sulit untuk pergi
ke ibu kota provinsi, dan orang-orang yang sudah bekerja.