TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga adanya kekerasan dalam kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.
Sejumlah alat kekerasan ditemukan di kerangkeng tersebut.
"Kami menemukan adanya kekerasan, bentuk kekerasan, pola kekerasan, sampai alat kekerasannya," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/2).
Baca juga: Pembelaan Terbit Rencana Soal Kerangkeng Manusia di Rumahnya
Baca juga: KPK Dalami Perintah Rahmat Effendi Potong Uang dari ASN Pemkot Bekasi
Anam enggan memerinci alat dan pola kekerasan yang ditemukan pihaknya.
Temuan itu bakal didalami dengan pemeriksaan Terbit.
Anam berharap Terbit jujur memberikan penjelasan terkait kerangkeng manusia ini.
Keterangan darinya penting dibutuhkan untuk mendalami kasus.
"Semoga dia kooperatif, karena ini juga haknya dia untuk memberikan informasi apapun menurut dia," kata Anam.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut kegiatan dugaan penyiksaan di kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin terstruktur.
Penegak hukum dan masyarakat sekitar disebut tak memandang negatif kerangkeng manusia milik Terbit.
"Informasi yang kami peroleh dari ada pihak keluarga yang menyatakan bahwa mereka direkomendasikan oleh Kepolisian lokal situ yang orangnya waktu direhabilitasi di tempat TRP (Terbit Rencana Perangin Angin)," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu.
Baca juga: Komnas HAM Periksa Bupati Langkat Selama 2 Jam, Ini yang Digali Soal Kerangkeng Manusia
Baca juga: 17 Temuan LPSK soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Tak Semua Tahanan Pencandu Narkoba
Edwin mengatakan hal tersebut bisa terjadi karena Terbit merupakan pejabat yang mempunyai kekuatan besar untuk mengatur kontrol sosial di wilayah kerjanya.
Sehingga, masyarakat bakal menilai langkah Terbit mengurung manusia di kerangkeng merupakan tindakan yang benar.
Komnas HAM mensinyalir korban tewas dalam kerangkeng Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin tak hanya satu orang, melainkan lebih dari tiga orang.
"(Korban meninggal) diduga lebih dari tiga orang," ucap Anam.
Anam menduga korban meninggal lebih dari tiga orang berdasarkan temuan-temuan sebelumnya.
Saat awal, Anam mengaku mendengar informasi korban meninggal hanya satu, kemudian beberapa waktu lalu dia mendengar korban meninggal menjadi tiga orang.
"Sebenarnya angka tiga itu, angka Sabtu kemarin, itu yang kami bilang lebih dari satu. Dan saat ini kami sedang mendalami lagi, karena potensial juga nambah," ujar Anam.
Salah satu dari korban meninggal setelah seminggu dikurung.
"Dicek lah ke sesama anggota keluarga kapan diantar, kapan diterima jenazahnya, dan lain-lain akhirnya ketemu memang seminggu (meninggal)," ujar dia.
Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin terkait temuan kerangkeng manusia di rumahnya juga mengakui ada yang meninggal.
"Enggak ngomong jumlah orang tapi bahwa ada yang meninggal iya (mengakui)," tutur Anam.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memberikan sebagian temuannya terkait kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin ke Polda Sumatra Utara (Sumut).
Data yang diberikan sudah mempunyai bukti kuat.
"Ketika ada informasi solid kita dapatkan kami langsung memberikan rekomendasi pada Kapolda (Sumut)," ucap Anam.
Baca juga: Bupati Langkat Soal Kepemilikan Kerangkeng Manusia: Tidak Dirahasiakan, Tak Perlu Izin
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menambahkan, pihaknya mengaku mendapatkan informasi mengenai sejarah kerangkeng manusia dalam permintaan keterangan terhadap Terbit.
Termasuk soal metode pembinaan yang dilakukan tim pengelola kerangkeng, hingga mengkonfirmasi ihwal kabar penghuni yang tewas.
"Dan memang terkonfirmasi ada yang meninggal dalam kerangkeng tersebut dan juga bagaimana SOP penanganan kalau ada kekerasan atau korban jiwa," ujar Beka.
Pecandu Narkoba
Usai diperiksa di gedung KPK Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin mengungkapkan karangkeng manusia yang berada di kediamannya awalnya dibuat untuk membina kelompok masyarakat.
Terbit mengaku kerangkeng itu awalnya untuk membina anggota Pemuda Pancasila (PP) pecandu narkoba.
"Organisasi sendiri saya sebagai tokoh Pemuda Pancasila. Supaya bisa menghilangkan pecandu narkoba," ucap Terbit.
Berjalannya waktu, kata Terbit, kerangkeng itu dipakai untuk masyarakat luas.
Dia mengaku sifatnya membantu warga di sekitar rumahnya.
Bahkan, Terbit mengklaim ada warga yang meminta anggota keluarganya untuk dikarangkeng.
"Ini permintaan masyarakat," kata dia.
Lebih lanjut kata Terbit, karengkeng itu pun sudah diketahui oleh aparat kepolisian dan BNN setempat. Menurut Terbit, keberadaan karangkeng sudah diketahui masyarakat luas.
"Itu sudah umum, tidak dirahasiakan lagi," ucap dia.(Tribun Network/ham/wly)