TRIBUNNEWS.COM - Demi uang, seseorang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.
Termasuk dengan cara memeras orang lain.
Beberapa waktu lalu, aksi tindak kejahatan pemerasan dengan modus baru di Jakarta Timur , viral di media sosial.
Modusnya yakni dengan berpura-pura menjadi korban kecelakaan, lalu meminta ganti rugi pada pengendara mobil yang menjadi sasarannya.
Baca juga: Remaja di Solok Dirudapaksa 3 Teman, Modus Pura-pura Antar Korban Pulang, Pelaku Kabur ke Bandung
Terkait hal itu, Advokat asal Solo, Sigit N Sudibyanto menjelaskan pelaku tersebut bisa dikenakan pasal 368 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan.
Sigit menyebut tindak pemerasan harus dilakukan dengan ancaman, jika tak ada ancaman sulit dikatakan sebagai ancaman.
"Pura pura kecelakaan kemudian ujung-ujungnya meminta ganti mungkin lebih tepat kita sandingkan dengan paaal 368 KUHP."
"Kita lihat unsurnya, barangsiapa dengan maksud dia menguntungkan diri sendiri, pasti dia mengincar untung tuh karena pura-pura itu melawan hukum."
"Mungkin dia memaki sambil mengejar, karena dia ada tujuan menguntung diri dia kan menciptakan keadaan si subyek sasarannya bersalah. Bisa saja dia juga mengancam agar keinginannya dituruti," jelas Sigit dalam tayangan Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (7/2/2022).
Baca juga: VIRAL Pedagang Bakso Diduga Pura-pura Jatuh demi Dapat Uang, Pemilik CCTV Ungkap Kronologinya
Adapun ancaman hukuman bagi pelaku pemerasan yakni maksimal 9 tahun.
Sigit mengingatkan, kendati misalnya aksi pemerasan telah dilaksanakan tapi gagal, pelaku tetap bisa terancam hukuman pidana.
Walaupun bisa saja terjadi pengurangan masa hukuman.
"Ini hukuman tinggi, apalagi kita lihat di fakta lapangan seperti apa. Sebuah perbuatan melawan hukum bisa sampai dari niat,pelaksanaan, sampai selesai, bisa saja dari niat, sudah dilaksanakan tapi gagal itu juga masih dihitung melakukan tindakan melawan hukum."
"Kalau nanti sampai ke ranah pengadilan mungkin ada pengurangan masa hukuman," kata dia.
Berikut bunyi pasal 368 KUHP:
"Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagaiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun," demikian bunyinya.
Baca juga: Penuturan Saksi Soal Aksi Pedagang Bakso Pura-pura Jatuh, Histeris Minta Bantuan Tapi Dicuekin Warga
Tips Hadapi Modus Pemerasan Berkedok Pura-Pura Jadi Korban Kecelakaan
Sigit pun memberikan tips bagi pengendara di jalan agar tak mudah tertipu dengan modus pelaku pemerasan dengan pura-pura jadi korban kecelakaan.
Pertama, kita bisa melihat gerak gerik pelaku dan menilainya secara logis.
Menurut Sigit, biasanya korban kecelakaan yang asli lebih mementingkan mengobati lukanya bukan fokus pada meminta ganti rugi materiil.
Kedua, segera bawa permasalahan ke kantor polisi atau pos pengamanan terdekat.
Baca juga: Soal Kerangkeng Manusia Milik Bupati Langkat, Pakar Ingatkan Pidana Merampas Kemerdekaan Orang
Ketika kita yakin merasa benar tidak menabrak terduga pelaku pemerasan, bisa bawa permasalahan ke penegak hukum agar lebih tuntas.
Langkah ini juga untuk menghindari adanya aksi main hakim sendiri dari massa sekitar.
"Syukur-syukut ada polsek terdekat. Segera merapat kantor kepolisian atau pos keamanan terdekat biar lebih fair terang apa yang terjadi."
"Kalau memang pelaku ternyata pura-pura biar segera dihukum."
"Ya kalau bisa diselesaikan secara kekeluargaan, kalau tidak? yang kita khawatirkan itu kan main hakim. Main hakum sendiri kan tidak boleh."
"Seorang yang salah, seperti pencuri pun harus kita serahkan ke kepolisian agar dihukum secara pidana," kata dia.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)