News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menkumham: Indonesia Komitmen Beri Bantuan Terhadap Pengungsi Internasional

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, saat menerima kunjungan kehormatan Chief of Mission IOM UN Migration, H.E. Mr. Louis Hoffmann di kantornya, Jakarta.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk menyediakan permukiman permanen bagi pencari suaka dan/atau pengungsi internasional. 

Ini karena Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, saat menerima kunjungan kehormatan Chief of Mission IOM UN Migration, H.E. Mr. Louis Hoffmann di kantornya, Jakarta.

Namun demikian, ungkap Yasonna, Indonesia tetap berkomitmen memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi meskipun kedatangan mereka ke Indonesia hanya transit dan ilegal.

“Sebagai negara bukan nonpihak, Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan pemukiman kepada para migran asing yang datang sebagai pengungsi. Tetapi Indonesia tetap berkomitmen memberikan pertimbangan khusus berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan aspirasi HAM global,” kata Yasonna dalam keterangannya, Rabu (9/2/2022).

Baca juga: DPR Minta Kemenkumham Selesaikan Sejumlah Revisi UU Tahun Ini

Kedatangan Hoffmann ke Jakarta dalam rangka meningkatkan kerja sama dalam rangka membahas keberlanjutan kerja sama antara International Organization for Migration (IOM) dan Kementerian Hukum dan HAM. 

Kerja sama dilakukan dengan cara meningkatkan pemahaman mengenai masalah-masalah pengungsi, membantu pemerintah dalam menjawab tantangan migrasi, mendorong pembangunan sosial dan ekonomi melintasi migrasi, dan menjunjung tinggi martabat dan kesejahteraan migran, termasuk keluarga dan komunitasnya. 

Keberadaan pengungsi internasional ini menjadi isu sensitif dalam diskursus internasional. 

Ada banyak alasan mengapa orang keluar dari negara dan menungsi ke negara lain.

Baca juga: Politisi PDIP Tanya Menkumham Dugaan Bisnis Opsi Rehab atau Penjara untuk Tersangka Narkoba

Mayoritas karena konflik dan ancaman terhadap keselamatan hidup. 

Beberapa negara menolak kehadiran mereka karena dianggap memberikan gangguan stabilitas keamanan internal. Hal ini melahirkan banyak tragedi kemanusiaan. 

Rezim internasional terkait pengungsi diatur dalam Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Indonesia belum meratifikasi konvensi tersebut.

Baca juga: Yasonna: Pemerintah Patuhi Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja Demi Kepastian Hukum

Karenanya, Indonesia disebut sebagai negara nonpihak. Namun demikian, Indonesia tidak menolak kehadiran para pengungsi tersebut. 

Hal ini karena berdasarkan fundamen hukum internasional, para pencari perlindungan akan mendapat perlindungan hukum internasional segera setelah mereka melintasi perbatasan negara menuju negara tujuan. 

Negara, baik tujuan maupun transit dilarang menolak atau mengembalikan para pengungsi tersebut.

Baca juga: KPK Siap Telisik Keterlibatan Politisi di Kasus Mega Korupsi e-KTP

Dalam Konvensi Internasional dikenal prinsip non-refoulement dimana negara dilarang menolak atau mengembalikan para pengungsi. 

Prinsip ini mengharuskan setiap negara untuk menerima, menyediakan tempat, melindungi serta melayani para pengungsi dan melarang untuk menolak kedatangan mereka kendati bukan sebagai pihak pada Konvensi Pengungsi 1967.

Untuk Indonesia, Yasonna menjelaskan bahwa penanganan pengungsi dan pencari suaka dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden No. 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

“Penanganan terkait pengungsi diatur dalam Perpres nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri dan di bawah pengawasan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,” ungkapnya kepada Hoffmann.

Yasonna kemudian menjelaskan terkait pengungsi dan migran ini, Indonesia telah berkoordinasi dengan IOM dan lembaga PBB yang menangani persoalan pengungsi (UNHCR).

“Selama ini kami selalau berkoordinasi dengan IOM dan UNHCR. Kami juga telah memfasilitasi banyak pengungsi dan pencari suaka yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia tanpa memandang status mereka,” paparnya.

Baca juga: RUU TPKS Nyaris Disahkan Akhir 2021, Menteri Yasonna Beberkan Kendalanya Saat Itu

Berdasarkan data yang ada, hingga saat ini terdapat 400 kelompok pengungsi internasional yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia. 

Semua pengungsi tersebut harus mematuhi peraturan keimigrasian yang berlaku di Indonesia.

“Ada sekitar 400 kelompok pengungsi internasional di Indonesia. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengungsi dan pencari suaka yang masuk ke Indonesia secara ilegal dikategorikan sebagai migran ilegal. Pengungsi dan pencari suaka harus mematuhi peraturan perundang-undangan keimigrasian Indonesia,” ujar Yasona.

Yasona berharap kehadiran Hoffman bisa meningkatkan hubungan kerja sama antara Indonesia dan IOM dalam penanganan pengungsi di Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini