News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

ICW Sentil Jaksa Agung ST Burhanuddin soal Korupsi di Bawah Rp 50 Juta Diselesaikan Tanpa Pidana 

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jaksa Agung ST Burhanuddin saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke -60 Tahun 2020, Rabu (22/7/2020).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyentil Jaksa Agung ST Burhanuddin soal pernyataannya terkait korupsi di bawah Rp 50 juta cukup diselesaikan tanpa pidana.

Menurut Kurnia, meski tergolong kecil nominalnya, akan tetapi tindak pidana korupsi (tipikor) tidak tepat untuk diselesaikan secara restorative justice.

Terlebih jikalau uang yang dikorupsi menyangkut hajat hidup banyak orang.

"Statemen Jaksa Agung korupsi di bawah Rp 50 juta dikembalikan, bagaimana konteksnya bila menyangkut hajat hidup orang banyak, misal pembangunan sekolah atau jembatan, adilkah dikembalikan?" ucap Kurnia dalam webinar 'Polemik Restorative Justice Kasus Korupsi, untuk Keadilan Rakyat atau Makelar Kasus?', Sabtu (12/2/2022).

Baca juga: ICW Tak Paham Argumentasi Hukum Jaksa Agung Soal Penindakan Pelaku Korupsi di Bawah Rp 50 Juta

Baca juga: Respons KPK yang Dapat Ponten Merah dari ICW: Kami Selalu Terbuka Terhadap Saran yang Konstruktif

Berdasarkan Pasal 4 UU Tipikor, dijelaskan Kurnia, pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tidak sama sekali menghapus dipidananya pelaku.

"Tujuan penegakan hukum itu selain pengembalian kerugian juga efek jera," kata Kurnia.

"Kalau hanya sekedar mengembalikan kerugian, orang akan semakin gencar melakukan korupsi. Saya yakin itu," sambungnya.

Dalam amatan Kurnia, penanganan korupsi selama ini hanya memikirkan kerugian negara, padahal korban sebenarnya adalah masyarakat, namum tidak menjadi perhatian.

Berikutnya, dia juga menyinggung soal politik hukum di Indonesia yang justru melemahkan agenda pemberantasan korupsi, karena hanya fokus pada sektor pembangunan ekonomi.

Baca juga: Lili Pintauli Siregar Dinilai Sudah Tak Layak Jadi Pimpinan KPK

Selain itu, aparat belum menunjukkan performa maksimal di pemberantasan korupsi, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Nuansa konflik kepentingan dalam menangangani perkara menjadi kontroversi, sementara kualitasnya menurun.

Terakhir, Kurnia menilai hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi bertolak belakang dengan ekspektasi masyarakat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini