TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo sudah lama menolak wilayahnya dieksploitasi.
Mereka lantang menyuarakan tolak tambang di Wadas bahkan sejak tahun 2013.
Hal itu pula yang memantik perlawanan terhadap pemerintah karena tak ingin Wadas menjadi lokasi Bendungan dan Pertambangan Andesit.
“Penolakan warga itu sudah sangat lama. Bahkan sejak 8 tahun lalu, mereka keras menolak desanya dijadikan tambang dari 2013 lalu,” kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam diskusi LP3ES bertajuk Bekerjanya Hukum Represif-Belajar dari Kasus Wadas, Sabtu (12/2/2022).
Isnur menambahkan, warga Wadas sangat teredukasi soal kerusakan alam.
Maka penolakan yang dilakukan hingga bersinggungan dengan aparat merupakan proses sosialisasi yang sering diterima oleh aktivis lingkungan dan pihak-pihak yang berupaya melestarikan kekayaan alam desa Wadas.
"Mereka paham betul dengan sumber penghidupannya di Wadas. Makanya mereka lantang menolak soal rencana pendirian tambang karena sangat teredukasi dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan," tutur Isnur.
Meski lantang menolak pembangunan tambang dan bendungan, warga dipaksa untuk melakukan penandatanganan oleh pihak tertentu.
Hal inilah yang memantik emosi sebagian warga hingga terjadi gesekan yang terjadi beberapa hari lalu.
“Tanda tangan itu dipaksakan, kemudian dianggap sebagai persetujuan dan itu membuat warga merasa aneh, kenapa ada anggapan seperti itu,” ceritanya.
Baca juga: Acara Webinar LP3ES soal Wadas Sempat Diserang Hacker, Ada Konten Pornografi di Tengah Diskusi
Lebih jauh lagi, Isnur mengungkapkan alasan utama kenapa warga Wadas memprotes praktik ekspolitasi di sana.
Menurut warga proses penambangan batu andesit di Desa Wadas akan mematikan sumber air untuk kehidupan masyarakat, termasuk mengganggu pertanian.
Sementara, penghasilan utama warga Wadas hampir 90 persen berasal sektor pertanian dan kekayaan alam yang dimiliki oleh desa Wadas.
“Keuntungan warga dari lestarinya alam itu tidak kecil, sangat besar, miliaran rupiah setiap tahunnya. Di Wadas terkenal duren, petai dan produk-produk lain dari pertanian. Hasil bumi yang melimpah ini dikhawatirkan akan mati seiring dibangunnya pabrik tambang,” tutur Isnur.